Uang tunai mungkin masih menjadi salah satu alat pembayaran terpopuler. Namun bila kita melihat hasil survei Standard & Chartered pada 2020 lalu, masyarakat Indonesia sepertinya akan beralih ke alat pembayaran nontunai dalam waktu dekat.
Survei Standard & Chartered di Indonesia menunjukkan bahwa sebagian besar (80%) responden berharap bahwa Indonesia akan sepenuhnya beralih ke nontunai. Sebagian besar ingin agar ini terjadi sebelum 2025.
Kecenderungan di Indonesia ini jauh lebih tinggi dibandingkan tren global. Sebagian besar dari 12 ribu responden dari 12 negara yang disurvei memang ingin pindah ke pembayaran nontunai. Namun hanya 64% responden global yang berharap peralihan ini terjadi.
Hasil survei ini didukung pula oleh data yang dimiliki oleh Standard & Chartered sendiri. Bank ini menyebutkan bahwa penggunaan ATM-nya di seluruh dunia semakin berkurang (kecuali di Amerika Serikat dan Inggris). Artinya, kebutuhan terhadap uang tunai juga menurun.
Baca juga: Nilai Tambah Baru dari Analisis Data Pembayaran Melalui Kartu Kredit
Data terbaru ini memperkuat kecenderungan yang ditemukan di survei dua tahun sebelumnya. Pada survei yang dipublikasi pada 2018 tersebut, sebagian besar milenial yang disurvei (59%) lebih menyukai alat pembayaran nontunai. Riset tersebut dilakukan terhadap responden millennial (21-37 tahun) di 34 kota besar di Indonesia.
Potensi Alat Pembayaran Nontunai
Meskipun saat ini bersaing ketat dengan alat pembayaran nontunai lainnya, kartu kredit saat ini masih berpotensi untuk menjadi alat pembayaran utama. Meski penetrasi kartu kredit dan debit di Indonesia masih rendah, data JP Morgan misalnya menunjukkan bahwa nilai pembayaran kartu ini merupakan yang tertinggi (33% pada 2019) dan diperkirakan meningkat menjadi 34% pada 2023.
Global Data memperkirakan bahwa pembayaran dengan kartu akan meningkat 10,7% pada 2022. Sementara itu khusus kartu kredit akan meningkat 5,4%.
Baca juga: Inilah Berbagai Inovasi Kartu Kredit
Meskipun penetrasi kartu kredit dan debit masih rendah, survei 2018 menyebutkan bahwa kartu kredit dan debit merupakan dua alat pembayaran yang cukup disukai. 50% menyukai kartu debit, dan 17% menyukai kartu kredit. Menariknya, sekitar 63% menyebutkan bahwa mereka membutuhkan kartu kredit.
Lintasarta TPCM
Melihat kecenderungan masyarakat untuk beralih ke nontunai serta potensi alat pembayaran kartu, sudah seharusnya bank mempertimbangkan investasi untuk penawaran produk kartu kredit. Namun pada kenyataannya, bank sering kesulitan karena harus investasi awal cukup besar, dan biaya operasional yang cukup tinggi.
Lintasarta menawarkan jasa Third Party Card Management (TPCM) yang bisa dimanfaatkan oleh bank dan lembaga lainnya yang ingin menawarkan produk kartu kredit. Lintasarta menyediakan solusi pengelolaan kartu dengan modul yang komprehensif, dan terhubung dengan berbagai jaringan pembayaran internasional (Visa dan MasterCard).
Tersedia pula opsi untuk menawarkan kartu syariah sebagai alternatif kartu kredit. Kartu Syariah pada dasarnya berfungsi serupa dengan kartu kredit, namun mematuhi persyaratan syariah. Misalnya, cicilan kartu syariah tidak memiliki bunga (bank masih dapat memungut fee) dan tidak dapat digunakan untuk transaksi produk non-halal.
Baca juga: Kartu Kredit dan Ekosistem Ekonomi Digital
Lintasarta TPCM menyediakan Card Software yang telah berstandar PA DSS (Payment Application Data Security Standard), Infrastruktur lengkap (AS400, App Servers, Connectivity, dan Security), dan Business Process Operations yang menjalankan operasional proses bisnis kartu kredit di sektor teknologi.
Lintasarta merupakan yang pertama dan satu-satunya yang menawarkan Third Party Card Management di Indonesia. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang Lintasarta TPCM, silakan hubungi kami.