|
Lintasarta

Bagaimana Masa Depan Telemedicine Pasca-Pandemi?

Layanan TelemedicineLintasarta TelemedicineTelemedicine

Telemedicine, yaitu pemberian layanan klinis dari jarak jauh menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, semakin dikenal dan diminati sejak merebaknya wabah COVID-19. Pemerintah mendorong penggunaannya untuk menekan risiko penularan penyakit. Pada awal pandemi (2020) penggunaan teknologi ini sempat melonjak 600%.

Di Indonesia, layanan Telemedicine bisa dibagi dua berdasarkan penyelenggaranya. Pertama yang disediakan oleh rumah sakit. Kedua, yang ditawarkan oleh perusahaan perintis (startup) teknologi. Kemenkes telah menggandeng berbagai startup untuk ikut membantu penanganan COVID-19.

Dengan mulai surutnya pandemi, aktivitas tatap muka langsung mulai berangsur kembali banyak dilakukan, termasuk layanan kesehatan tatap muka. Ini menimbulkan pertanyaan: Bagaimana masa depan Telemedicine?

Baca juga: Perluas Layanan Medis di Pedesaan dan Tempat Terpencil dengan Telemedicine

Telemedicine dan Transformasi Digital Kesehatan Indonesia

Berbagai indikasi menunjukkan bahwa minat terhadap Telemedicine akan tetap bertahan setelah pandemi. Di Amerika Serikat, McKinsey mencatat bahwa penggunaan telehealth bertahan pada level 38 kali lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi.

Sementara itu, di Indonesia berbagai startup penyedia layanan optimis bahwa jasa mereka akan tetap diminati. Tidak mengherankan bila startup seperti ini berencana untuk melakukan ekspansi.

Jasa Telemedicine secara umum tampaknya akan mendapat dukungan lebih jauh dari pemerintah. Pada 2021 lalu Kementerian Kesehatan menerbitkan cetak biru transformasi digital kesehatan Indonesia. Telemedicine termasuk dalam kegiatan prioritas transformasi teknologi kesehatan, yaitu bagian pengembangan ekosistem teknologi kesehatan. Dua program lain dalam bagian ini adalah pengembangan ekosistem produk inovasi teknologi kesehatan dan integrasi riset bioteknologi kesehatan. Keluarannya adalah menciptakan kolaborasi dan ekosistem inovasi digital kesehatan antara pemerintah, universitas, industri, dan masyarakat umum.

Kemenkes melihat Telemedicine dapat membantu sasaran untuk mencapai cakupan pelayanan kesehatan universal (universal healthcare coverage), yaitu 95% dari seluruh jumlah penduduk. Teknologi ini dapat menjadi solusi keterbatasan infrastruktur dan sumber daya manusia kesehatan yang menjadi penyebab terbatasnya akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Kemenkes berencana membangun platform Indonesia Health Services (IHS). Platform IHS merupakan sebuah platform ekosistem digital kesehatan yang menyediakan konektivitas data, analisis, dan layanan untuk mendukung dan mengintegrasikan berbagai aplikasi kesehatan di Indonesia. Salah satu jenis aplikasi yang bisa didukung oleh platform ini adalah Telemedicine.

IHS bukanlah aplikasi resmi dari Kemenkes, melainkan platform atau ekosistem yang memungkinkan semua aplikasi dan semua orang bisa terkoneksi atau tergabung dalam satu lingkungan yang sama berbasis microservices.

Baca juga: Solusi Telemedicine: Membantu Rumah Sakit untuk Tetap Bersaing

Memperkuat Telemedicine

Irwandy dari Universitas Hasanuddin menyarankan tiga cara untuk memperkuat layanan Telemedicine di Indonesia di masa depan. Tiga saran itu adalah memberikan dukungan legalitas layanan, integrasi dengan Jaminan Kesehatan Nasional/Kartu Indonesia Sehat (JKN/KIS), dan kesiapan yang lebih baik dari rumah sakit.”

Regulasi yang Lebih Baik

Secara umum memang aspek hukum dan etika dari Telemedicine perlu dibenahi. Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur di Indonesia pada dasarnya hanya mengatur layanan tersebut antara Fasyankes dan belum melegalkan layanan untuk pasien.

Cetak biru transformasi digital kesehatan menyebutkan dibukanya regulatory sandbox (bak pasir peraturan) sehingga industri kesehatan dapat berinovasi dan merintis berbagai layanan kesehatan tanpa harus khawatir melanggar regulasi. Pemerintah juga dapat merumuskan peraturan dengan memperhatikan keadaan nyata (riil) di lapangan.

Integrasi dengan JKN/KIS

Meskipun dipromosikan oleh Kementerian Kesehatan, banyak layanan yang belum memiliki integrasi dengan layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Akibatnya pasien tidak dapat memanfaatkan dukungan pembayaran dari JKN untuk layanan klinis lewat Telemedicine.

Saat ini sebenarnya JKN sudah menawarkan layanan terintegrasi dalam aplikasi Mobile JKN. Namun, layanan ini baru tersedia untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FTKP), dan belum tersedia untuk rumah sakit (fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan atau FKRTL). Layanan Telemedicine untuk FKRTL baru tersedia terbatas uji coba.

Baca juga: Apa Saja Aspek Etika dan Hukum Teknologi Telemedicine?

Kesiapan Rumah Sakit

Irwandy menyebutkan bahwa kesiapan rumah sakit dalam mengadopsi Telemedicine cukup rendah. Pada 2020, hanya 20% rumah sakit yang sudah menawarkan layanan telekonsultasi. Padahal sebuah survei menyebutkan bahwa sebenarnya pasien lebih mempercayai layanan yang ditawarkan oleh rumah sakit dibandingkan layanan dari startup.

Lintasarta Telemedicine

Mengingat kepopuleran Telemedicine di masyarakat, bisa dipastikan bahwa teknologi ini akan menjadi bagian dari layanan kesehatan di masa pasca-pandemi. Selain itu, pemerintah juga mendorong sebagai bagian transformasi digital kesehatan. Ini membuat rumah sakit harus bersiap-siap menawarkan layanan

Rumah sakit dan klinik yang ingin memperkenalkan layanan tersebut dapat memanfaatkan solusi Lintasarta Telemedicine. Lintasarta Telemedicine merupakan sebuah solusi bagi rumah sakit dan klinik untuk melayani konsultasi dokter secara daring untuk kasus-kasus yang sesuai.

Fitur yang dapat ditemukan pada layanan Telemedicine berbasis solusi Lintasarta antara lain adalah pembuatan janji secara daring (online appointment), konsultasi lewat video maupun pesan instan (video conference/messaging), self-assessment, dan secure data share.

Layanan Telemedicine berdasarkan solusi dari Lintasarta dapat diakses dari berbagai perangkat karena menggunakan sistem yang berbasis web. Layanan ini juga terintegrasi dengan SIMRS (Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit), berbagai jenis perangkat medis, berbagai jenis layanan pembayaran, dan dapat dikustomisasi sesuai kebutuhan rumah sakit.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana Lintasarta dapat membantu rumah sakit menawarkan layanan Telemedicine, silakan hubungi kami.

Bagaimana Masa Depan Telemedicine Pasca-Pandemi?

Telemedicine, yaitu pemberian layanan klinis dari jarak jauh menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, semakin dikenal dan diminati sejak merebaknya wabah COVID-19. Pemerintah mendorong penggunaannya untuk menekan risiko penularan penyakit. Pada awal pandemi (2020) penggunaan teknologi ini sempat melonjak 600%.

Di Indonesia, layanan Telemedicine bisa dibagi dua berdasarkan penyelenggaranya. Pertama yang disediakan oleh rumah sakit. Kedua, yang ditawarkan oleh perusahaan perintis (startup) teknologi. Kemenkes telah menggandeng berbagai startup untuk ikut membantu penanganan COVID-19.

Dengan mulai surutnya pandemi, aktivitas tatap muka langsung mulai berangsur kembali banyak dilakukan, termasuk layanan kesehatan tatap muka. Ini menimbulkan pertanyaan: Bagaimana masa depan Telemedicine?

Berita Lainnya

Layanan ‘one stop solution’ untuk perkembangan bisnis Anda!