Pertumbuhan ekosistem di era ekonomi digital secara tidak langsung membuat beragam model bisnis berubah, termasuk juga dalam sektor perpajakan. Meski sudah berjalan, digitalisasi sistem perpajakan di Indonesia dirasa masih memiliki sejumlah tantangan agar dapat berjalan dengan maksimal.
Proses digitalisasi perpajakan telah berjalan sejak 2007, ketika Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merilis e-Filling, aplikasi berbasis web milik pemerintah. Dengan adanya teknologi tersebut, penerima pajak dapat melapor pajak mereka karena Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) secara online.
Baca juga: Sudah Optimalkah Potensi Pendapatan Pajak Daerah Anda?
Tujuh tahun berikutnya, DJP kembali merilis e-Faktur, fitur untuk menyampaikan faktur pajak secara online. Salah satu alasan dirilisnya fitur ini dikarenakan adanya kasus pelaporan faktur pajak fiktif sebanyak 100 kasus pada periode 2008-2013, yang menimbulkan kerugian negara hingga mencapai Rp1,5 triliun.
Meski proses digitalitasi sistem perpajakan terus berjalan hingga saat ini, setidaknya ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Apalagi, Indonesia saat ini telah dikenal sebagai negara ketiga terbesar di Asia untuk pasar digital, setelah China dan India.
Hal tersebut pun tertuang dalam riset Google, yang menunjukkan transaksi ekonomi digital di Indonesia sepanjang 2018 mencapai Rp391 triliun, atau setara dengan 49% transaksi di Asia Tenggara.
Tantangan pajak dalam ekonomi digital
Tantangan pertama yang dapat diperhatikan adalah merumuskan regulasi yang feasible bagi sejumlah pemangku kepentingan. Hal ini berkaitan dengan sejumlah masalah terkait isu pajak dalam beberapa tahun terakhir. Misalnya, pemberlakuan PMK No.210 Tahun 2018, yang berupaya menciptakan keadilan antar platform e-commerce di Indonesia sempat memunculkan perdebatan.
Baca juga: e-Tax, Memaksimalkan Pendapatan Pajak Daerah
Kementerian Keuangan pun akhirnya merespons masalah itu dengan mencabut PMK No.210 Tahun 2018 pada awal 2019. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, beralasan pencabutan regulasi tersebut dilakukan karena telah memunculkan kerisauan di kalangan para pelaku bisnis usaha konvensional dan online.
Contoh lainnya adalah mengenai adanya PMK No.35/PMK.03/2019 tentang Penentuan Badan Usaha Tetap (BUT), yang mewajibkan semua unit usaha asing di Indonesia wajib mendaftar untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dengan NPWP tersebut, BUT akan menjadi subyek pajak, dengan yuridiksi yang tetap.
Akan tetapi, peraturan tersebut pun kembali menuai polemik di kalangan pelaku usaha setelah dianggap tidak efektif karena masih merujuk kepada aturan perpajakan konvensional. Padahal, sejumlah model bisnis perusahaan digital yang beroperasi di lintas negara, tidak lagi mengenal yuridiksi wilayah.
Memaksimalkan pemanfaatan teknologi
Tantangan berikutnya adalah memaksimalkan pemanfaatan teknologi. Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dalam era ekonomi digital, proses administratif pun sebaiknya harus dikembangkan secara terintegrasi dengan teknologi agar dapat meminimalisasi biaya, baik bagi wajib pajak maupun DJP.
DJP pun dikabarkan telah menganggarkan Rp3,1 triliun untuk pembangunan sistem teknologi informasi. Anggaran tersebut kabarnya akan digunakan untuk membeli software sistem informasi perpajakan yang teruji dengan modifikasi, hingga konsultasi untuk membangun sistem tersebut.
Hanya saja, pemanfaatan teknologi digital tersebut akan mendapatkan tantangan besar, terlebih apabila melihat fakta belum meratanya akses teknologi digital di Indonesia. Selain itu, melihat berbagai masalah sistem perpajakan di daerah pun bisa menjadi titik lemah, karena masih banyak persoalan seperti kurangnya sistem data perpajakan, lemahnya pemetaaan potensi pajak, hingga masih maraknya praktek kecurangan dan kebocoran pajak yang masih berlangsung saat ini.
Baca juga: SKOTA Pajak by Lintasarta: Solusi digital untuk Pajak Daerah
SKOTA Pajak by Lintasarta dapat menjadi solusi atas berbagai masalah tersebut. SKOTA Pajak by Lintasarta, yang telah dikembangkan sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Retribusi Daerah, dan PP No. 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah, merupakan produk yang mampu membantu pemerintah daerah dalam penerapan monitoring pajak daerah berbasis elektronik.
Hubungi kami untuk mengetahui informasi lebih detail atau jika Anda tertarik menggunakan layanan SKOTA Pajak by Lintasarta.