|
Lintasarta

Sudah Optimalkah Pengawasan Pajak dari Pemerintah?

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Indonesia dikabarkan akan mengoptimalkan peran teknologi informasi demi meningkatkan kualitas pelayanan dan pengawasan pajak masyarakat. Dengan pengoptimalan teknologi informasi tersebut, upaya mendeteksi secara cepat dan akurat terhadap adanya kemungkinan ketidakpatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya pun diharapkan dapat berjalan optimal.

Memaksimalkan teknologi untuk menyimpan data serta informasi sangat penting bagi Ditjen Pajak. Data dan informasi yang dimaksud berupa data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan atau kekayaan bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan, hingga laporan keuangan atau kegiatan usaha yang disampaikan baik dari wajib pajak maupun instansi di luar DJP.

Baca juga: Sudah Maksimalkah DJP Melakukan Pengawasan Pajak Orang Kaya?

DJP sebenarnya telah memiliki teknologi bernama core tax system. Namun, teknologi yang menyediakan dukungan terpadu pelaksanaan tugas DJP, termasuk otomasi proses pendaftaran wajib pajak, pemrosesan pembayaran pajak, hingga dukungan pemeriksaan dan penagihan tersebut dianggap belum maksimal karena usianya lebih dari 20 tahun.

Staf ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak, Nufransa Wira Sakti, pun mengaku pihaknya memang akan melakukan pembaruan core tax administration system tersebut. Menurut dia, jika pembaruan teknologi informasi ini dapat berjalan maksimal, semua layanan perpajakan dapat diakomodasi melalui sistem tersebut ke depannya.

Kenapa teknologi informasi sangat penting bagi sistem pengawasan pajak Indonesia?

Ada beberapa hal yang mendasari mengapa Ditjen Pajak berencana untuk mengoptimalkan teknologi informasi agar dapat meningkatkan pengawasan pajak. Pertama karena pemanfaatan teknologi tersebut sangat penting di tengah mulai banyaknya data yang diterima otoritas pajak.

Dengan memaksimalkan teknologi informasi, data-data yang dikumpulkan tersebut dapat diintegrasikan. Setelah itu, hasil dari data integrasi tersebut akan dianalisis sehingga terbentuk big data analysis yang dapat memberikan kebiasan (behavior) para wajib pajak.

Kedua adalah karena adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 189/2020, yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk mengatur tata cara pelaksanaan penagihan pajak. PMK yang telah berlaku sejak 27 November 2020 ini menggantikan KMK 536/2020, PMK 24/2008, dan PMK 85/2010 yang sebelumnya digunakan oleh otoritas pajak Indonesia.

Baca juga: Manfaat Digitalisasi Pajak di Indonesia

Masih rendahnya tax ratio juga menjadi alasan lainnya mengapa DJP Pajak akan mengoptimalkan teknologi informasi untuk pengawasan pajak. Terlebih, tugas DJP pada masa pandemi pun bertambah, setelah awalnya untuk mengumpulkan penerimaan negara, ditambah dengan peran untuk mendorong pemulihan ekonomi yang membuat tax ratio pada 2020 turun, hanya sebesar 7,9%.

Tax ratio rendah tersebut secara tidak langsung menggambarkan belum optimalnya kemampuan pemerintah untuk mengumpulkan pajak dari wajib pajak. Oleh karena itu, dengan adanya pengoptimalan teknologi informasi beragam masalah tersebut dapat diatasi agar dapat berjalan optimal.

Alasan terakhir yang tidak kalah penting adalah penggunaan teknologi informasi dapat meminimalkan tindakan korupsi. Hal ini menjadi salah satu celah yang sering digunakan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab apabila pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) dan pembayaran pajak tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

SKOTA Pajak by Lintasarta

Saat ini sudah banyak teknologi, seperti Internet of Things, Big Data, Cloud Computing, hingga Artificial Intelligence (AI), yang dapat digunakan sebagai penunjang untuk meningkatkan pelayanan publik dan pengawasan dalam dunia perpajakan di Indonesia.

Dengan adanya teknologi tersebut, pemerintah pun dapat memantau atau melakukan pengawasan pajak dari berbagai sumber. Selain itu, cara pengoperasiannya pun akan memudahkan otoritas pajak, karena aktivitas yang dulu dilakukan secara manual (door-to-door) kini dapat dilakukan secara remote dan real-time dari Command Center.

Lintasarta, yang telah berpengalaman lebih dari 30 tahun dalam dunia teknologi informasi di Indonesia memiliki solusi untuk meningkatkan pengawasan pajak melalui SKOTA Pajak by Lintasarta. Dengan SKOTA Pajak by Lintasarta, pemerintah bisa melakukan pengawasan pajak dengan basis teknologi dan elektronik yang mumpuni. Selain itu, pemerintah juga akan dapat memiliki empat modul, yang terdiri dari tiga modul pelayanan pajak, serta satu modul transaction surveillance.

Baca juga: Ini Rincian Reformasi Perpajakan 2021-2024

Selain itu, SKOTA Pajak by Lintasarta juga akan membuat beberapa masalah seperti ketidaktersediaan data perpajakan, kepatuhan pajak yang rendah, hingga praktik kecurangan di atas dapat diminimalkan.

Jika Anda ingin lebih tahu secara rinci mengenai teknologi yang ditawarkan SKOTA Pajak by Lintasarta, hubungi kami di sini.

Lintasarta
|

Sudah Optimalkah Pengawasan Pajak dari Pemerintah?

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Indonesia dikabarkan akan mengoptimalkan peran teknologi informasi demi meningkatkan kualitas pelayanan dan pengawasan pajak masyarakat. Dengan pengoptimalan teknologi informasi tersebut, upaya mendeteksi secara cepat dan akurat terhadap adanya kemungkinan ketidakpatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya pun diharapkan dapat berjalan optimal.

Memaksimalkan teknologi untuk menyimpan data serta informasi sangat penting bagi Ditjen Pajak. Data dan informasi yang dimaksud berupa data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan atau kekayaan bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan, hingga laporan keuangan atau kegiatan usaha yang disampaikan baik dari wajib pajak maupun instansi di luar DJP.

DJP sebenarnya telah memiliki teknologi bernama core tax system. Namun, teknologi yang menyediakan dukungan terpadu pelaksanaan tugas DJP, termasuk otomasi proses pendaftaran wajib pajak, pemrosesan pembayaran pajak, hingga dukungan pemeriksaan dan penagihan tersebut dianggap belum maksimal karena usianya lebih dari 20 tahun.

Staf ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak, Nufransa Wira Sakti, pun mengaku pihaknya memang akan melakukan pembaruan core tax administration system tersebut. Menurut dia, jika pembaruan teknologi informasi ini dapat berjalan maksimal, semua layanan perpajakan dapat diakomodasi melalui sistem tersebut ke depannya.

Berita Lainnya

Layanan ‘one stop solution’ untuk perkembangan bisnis Anda!