|
Lintasarta

Menjawab Tantangan Pajak Daerah di Era Pandemi dan Digital

SKOTA PajakSKOTA Pajak by Lintasarta

Pandemi Covid-19 menambah tantangan bagi tercapainya target penerimaan negara, terutama pajak daerah. Pembatasan aktivitas sosial demi mencegah penularan makin meluas dan ekonomi yang melambat pun menjadi penyebab tambahan tantangan ini.

Terlebih lagi, sejumlah insentif yang dikeluarkan pemerintah untuk menghadapi pandemi pun berupa insentif perpajakan yang berarti mengurangi potensi penerimaan. Ini di luar fakta ada banyak usaha dan transaksi yang terkena pajak sudah berkurang baik dari jumlah maupun frekuensi kegiatan.

Baca juga: Manfaat Digitalisasi Pajak di Indonesia

Pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja juga patut masuk daftar tantangan penerimaan mulai 2021. Sebab, UU ini membuka ruang luas pemberian insentif fiskal dengan insentif pajak ada di antaranya.

Selain itu, kebutuhan mendapatkan penerimaan yang lebih besar tak terhindarkan karena penanganan pandemi diperkirakan masih akan butuh banyak waktu dan biaya.

Walau target penerimaan pajak turun menjadi Rp 1.229,6 triliun pada 2021 dibandingkan Rp 1.404,5 triliun pada 2020, tantangan tak berkurang bahkan malah bertambah. Ini karena realisasi penerimaan pajak pada 2020 pun tergelincir dengan capaian hanya Rp 1.070 triliun atau 89,3 persen target.

Tantangan serupa juga dihadapi pemerintah daerah. Penerimaan asli daerah dari pajak daerah dan retribusi selama ini dinilai masih jauh dari optimal.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) untuk kurun 2016-2019, misalnya, rata-rata nasional penerimaan pajak di tingkat kabupaten kota hanya menyumbang tak lebih dari 8% total penerimaan daerah. Retribusi bahkan hanya di kisaran 1%.

Untuk realisasi 2020, bahkan DKI Jakarta yang adalah pusat perputaran perekonomian nasional tak bisa memenuhi target penerimaan pajak. Dari target Rp 32,48 triliun, realisasi penerimaan pajak daerah di Ibu Kota pada 2020 tercatat Rp 31,92 triliun.

Prinsip umum dan ciri pajak daerah

Tentu, situasi ini bukan pembenar untuk tak mencari solusi. Strategi yang tepat adalah kunci. Membuka ulang catatan tentang prinsip pajak daerah bisa jadi pintu masuknya.

Merujuk referensi yang dilasir Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tentang Pajak Daerah, ada empat prinsip umum untuk pemungutan pajak daerah, yaitu keadilan, kepastian, kemudahan, dan efisiensi.

Baca juga: Ini Rincian Reformasi Perpajakan 2021-2024

Prinsip keadilan bertujuan memastikan tidak ada diskriminasi bagi setiap wajib pajak berdasarkan kemampuan. Adapun prinsip kepastian mencakup dasar hukum serta kepastian subjek pajak, objek pajak, besaran tarif, dasar pengenaan tarif, dan tata cara pemungutan pajak.

Berikutnya, prinsip kemudahan dalam perpajakan ini bahkan bila perlu mengatur waktu pembayaran setelah wajib pajak memiliki penghasilan. Terakhir, prinsip efisiensi memastikan biaya pemungutan pajak tidak boleh lebih besar dibandingkan pajak yang dipungut.

Dari keempat prinsip di atas, perpajakan daerah harus memenuhi tiga ciri-ciri, yaitu ekonomis, stabil, serta basis pajak yang mencerminkan perpaduan antara keuntungan dan kemampuan bayar wajib pajak. Maksud dari ciri stabil adalah tidak terjadi kenaikan atau penurunan hasil pungutan yang fluktuatif secara drastis dari waktu ke waktu.

Strategi dan cara baru

Menggunakan cara lama atau yang biasa digunakan sebelum hari ini, tentu tidak akan menjawab tantangan baru apalagi untuk masa ke depan. Dari pandemi Covid-19 saja, sejumlah persoalan tergambar sekaligus memberi alternatif strategi baru.

Pendalaman pajak tentu bukan pilihan di tengah ekonomi saat ini. Sebab, beberapa sektor usaha yang selama ini jadi andalan potensi penerimaan juga sedang berjuang melewati pandemi.

Salah satu pilihan potensi solusi yang ada adalah perluasan pajak, alias menjangkau lebih banyak subjek dan objek pajak. Strategi ini bukan tanpa risiko. Bila tak cermat, prinsip umum dan ciri pajak daerah bisa-bisa malah terlanggar.

Baca juga: SKOTA Pajak by Lintasarta: Solusi digital untuk Pajak Daerah

Untuk memaksimalkan hal tersebut, penggunaan teknologi bisa menjadi tambahan solusi. Sebab, dengan penerapan teknologi yang sesuai, pemerintah dapat menggunakan strategi perluasan pajak serta mengawasinya agar tetap memenuhi prinsip dan ciri praktik pemungutan pajak yang tepat.

SKOTA Pajak by Lintasarta merupakan solusi yang mampu membantu pemerintah daerah dalam penerapan pengawasan pajak daerah berbasis elektronik. Untuk mengetahui lebih detail tentang SKOTA Pajak by Lintasarta, silakan hubungi kami.

Menjawab Tantangan Pajak Daerah di Era Pandemi dan Digital

Pandemi Covid-19 menambah tantangan bagi tercapainya target penerimaan negara, terutama pajak daerah. Pembatasan aktivitas sosial demi mencegah penularan makin meluas dan ekonomi yang melambat pun menjadi penyebab tambahan tantangan ini.

Terlebih lagi, sejumlah insentif yang dikeluarkan pemerintah untuk menghadapi pandemi pun berupa insentif perpajakan yang berarti mengurangi potensi penerimaan. Ini di luar fakta ada banyak usaha dan transaksi yang terkena pajak sudah berkurang baik dari jumlah maupun frekuensi kegiatan.

Pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja juga patut masuk daftar tantangan penerimaan mulai 2021. Sebab, UU ini membuka ruang luas pemberian insentif fiskal dengan insentif pajak ada di antaranya.

Selain itu, kebutuhan mendapatkan penerimaan yang lebih besar tak terhindarkan karena penanganan pandemi diperkirakan masih akan butuh banyak waktu dan biaya.

Walau target penerimaan pajak turun menjadi Rp 1.229,6 triliun pada 2021 dibandingkan Rp 1.404,5 triliun pada 2020, tantangan tak berkurang bahkan malah bertambah. Ini karena realisasi penerimaan pajak pada 2020 pun tergelincir dengan capaian hanya Rp 1.070 triliun atau 89,3 persen target.

Tantangan serupa juga dihadapi pemerintah daerah. Penerimaan asli daerah dari pajak daerah dan retribusi selama ini dinilai masih jauh dari optimal.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) untuk kurun 2016-2019, misalnya, rata-rata nasional penerimaan pajak di tingkat kabupaten kota hanya menyumbang tak lebih dari 8% total penerimaan daerah. Retribusi bahkan hanya di kisaran 1%.

Untuk realisasi 2020, bahkan DKI Jakarta yang adalah pusat perputaran perekonomian nasional tak bisa memenuhi target penerimaan pajak. Dari target Rp 32,48 triliun, realisasi penerimaan pajak daerah di Ibu Kota pada 2020 tercatat Rp 31,92 triliun.

Berita Lainnya

Layanan ‘one stop solution’ untuk perkembangan bisnis Anda!