Penggunaan teknologi informasi (TI) menjadi salah satu pilar utama dari reformasi pajak 2021-2024 yang akan dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Selain itu, digitalisasi pajak juga merupakan salah satu inisiatif bagi pemerintah untuk meningkatkan tax ratio.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) periode November 2020, terungkap akan ada 132 layanan DJP yang akan melakukan digitalisasi, mulai dari sejak periode tahun 2019 hingga 2024. Dari total tersebut, 59 di antaranya merupakan layanan otomatis, 40 layanan dengan dukungan pusat kontak, serta 32 layanan dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) ataupun Kantor Wilayah (Kanwil) DJP sebagai pendukung.
Baca juga: Ini Rincian Reformasi Perpajakan 2021-2024
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Suryo Utomo, mengatakan, proses digitalisasi pajak memang merupakan salah satu bagian penting dalam upaya pihaknya menjalankan program reformasi pajak. Saat ini, DJP sedang melakukan pembaruan sistem administrasi perpajakan (new core tax system).
Perubahan sistem tersebut bukan hanya sekadar perubahan teknologi informasi, melainkan juga mendesain ulang proses bisnis untuk mempersingkat proses administrasi perpajakan dan memotong fase yang tidak perlu.
Proses digitalisasi dalam sistem perpajakan diyakini dapat mengubah beberapa hal fundamentalis, yang satu di antaranya adalah kepatuhan wajib pajak. Sebab, meningkatkan kepatuhan dan pembayaran pajak merupakan salah satu tujuan utama otoritas pajak dalam mengamankan penerimaan.
Teknologi dalam sistem perpajakan juga dapat memberikan pengalaman berbeda bagi wajib pajak. Dengan adanya teknologi, beragam proses administrasi dapat disederhanakan dan para wajib pajak pun akan mendapatkan kepastian dalam setiap proses pelayanan perpajakan yang dijalankannya.
Digitalisasi pajak membantu pemerintah daerah
Selain dapat meningkatkan kinerja pelayanan dan pengalaman kepada masyarakat, digitalisasi pajak juga dapat menjawab beragam persoalan pajak di tingkat pemerintah daerah. Sebab, masih banyak contoh kasus, seperti praktik kecurangan dan kebocoran pajak, hingga masih lemahnya pemetaan potensi pajak.
Baca juga: Tantangan Perpajakan dalam Era Ekonomi Digital
SKOTA Pajak by Lintasarta dapat menjadi solusi untuk menjawab berbagai tantangan tersebut. Dengan SKOTA Pajak, pemerintah daerah dapat mengawasi berbagai aktivitas pajak, sekaligus memberikan pelayanan yang cepat, serta berorientasi terhadap pelayananan yang prima (service execellence).
SKOTA Pajak by Lintasarta, yang telah dikembangkan sesuai dengan regulasi tingkat nasional (UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah serta PP No.55 Taahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah) dilengkapi dengan berbagai fitur yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pemerintah daerah.
Anda akan mendapatkan empat modul apabila menggunakan layanan SKOTA Pajak by Lintasarta, yang terdiri dari tiga modul pelayanan pajak dan satu modul monitoring pajak. Adapun tiga modul pelayanan pajak tersebut akan meliputi Pajak Bumi, Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), serta sembilan jenis pajak lain yang menyimpan potensi pendapatan asli daerah (PDA) tidak kecil.
Sementara itu, modul monitoring (surveillance) akan diberikan terpisah dikarenakan ruang lingkup kerja teknologi tersebut selalu disesuaikan dengan jumlah dan karakter wajib wajab karena berkaitan dengan monitoring dan pencatatan transaksi penjualan dan pembayaran.
Baca juga: SKOTA Pajak by Lintasarta: Solusi digital untuk Pajak Daerah
Dengan menggunakan SKOTA Pajak by Lintasarta, pemerintah daerah akan mendapatkan keuntungan, mulai dari peningkatan rata-rata rasio tax per kapita, menurunkan angka kebocoran pajak, memperbaiki kelengkapan data pajak, hingga dapat membantu untuk mengambil keputusan secara cepat. Selain itu, kepuasan warga pun akan meningkat karena telah terbantu sistem administrasi yang lengkap.
Apabila Anda tertarik menggunakan layanan SKOTA Pajak by Lintasarta, silakan hubungi kami di sini.