Sebelum membahas mengenai bagaimana SIMRS dapat memperkuat layanan rumah sakit, simak cerita berikut ini terlebih dahulu.
Ketika seseorang menderita masalah medis, langkah terbaik tentunya mengunjungi dokter untuk konsultasi. Namun, pada kenyataannya, cukup banyak orang yang menunda kunjungan ke fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes). Padahal banyak penyakit yang bisa diatasi bila berhasil didiagnosis di stadium awal, dan tidak ditunda-tunda.
Pasien tersebut mungkin menunda karena meremehkan masalahnya, karena gejala penyakit yang dialami masih ringan. Namun, banyak pula yang menunda karena khawatir tidak dapat membayar biaya layanan kesehatan, dan berharap penyakitnya sembuh sendiri.
Baca juga: Simak Regulasi SIMRS di Indonesia dari Kemenkes
Data teranyar mengungkapkan, beberapa pasien pun dikabarkan membayar sendiri keseluruhan biaya perawatan dan obat yang diperlukan (out-of-pocket). Data pemerintah menunjukkan, sebelum diberlakukannya sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2014, sekitar 40-50% biaya kesehatan berasal langsung dari kantong pasien.
Sistem pembayaran mandiri ini tentunya tidak masalah bagi kebanyakan orang bila biaya perawatan kesehatan yang relatif murah. Misalnya, orang bisa mengunjungi puskesmas yang dapat mengobati penyakit ringan, dan memberi pelayanan dengan biaya relatif terjangkau.
Namun, sistem pembayaran mandiri belum tentu layak buat pasien, yang menderita penyakit berat, yang tidak dapat dilayani di puskesmas. Penyakit seperti ini membutuhkan perawatan dengan biaya mahal atau operasi. Akibatnya cakupan layanan kesehatan pun rendah, karena pasien enggan ke Fasyankes karena tidak yakin dapat membayarnya.
Pembayaran mandiri
Secara umum, tidak hanya di Indonesia, di negara-negara berkembang masih banyak pasien yang harus membayar kesehatan secara mandiri. Padahal, cara pembayaran seperti ini bisa menimbulkan masalah keuangan untuk pasien. Karena itu, usaha menekan pembayaran mandiri sangat penting untuk mengurangi risiko pasien jatuh miskin karena sakit.
Asuransi kesehatan, baik asuransi swasta maupun asuransi sosial (social health insurance) merupakan solusi yang sudah lama diterapkan di banyak negara. Dengan skema ini, pasien secara berkala membayar iuran/premi dalam jumlah yang terjangkau. Dalam sistem JKN, pasien PBI (penerima bantuan iuran) malah dibayarkan sepenuhnya oleh pemerintah. Menurut WHO, dengan regulasi yang pantas, asuransi swasta juga dapat membantu memperluas cakupan layanan kesehatan dan memberi perlindungan finansial terhadap pasien.
Dengan asuransi kesehatan ini, di atas kertas pembayaran oleh pasien akan jadi lebih ringan. Pasien tidak lagi perlu khawatir tidak dapat menanggung biaya perawatan yang membengkak melebihi kemampuan, karena sebagian besar atau seluruh biaya dijamin oleh perusahaan asuransi atau badan pengelola asuransi sosial.
Dengan mendukung asuransi kesehatan, baik dari BPJS Kesehatan (BPJSK) maupun asuransi swasta, rumah sakit dapat membantu melindungi keuangan pasien dan dengan demikian memperluas layanan kesehatannya ke lebih banyak pasien.
Baca juga: Inilah Faktor Kesuksesan Penerapan SIMRS di Rumah Sakit
Khusus JKN, sebuah survei tahun 2018 yang diselenggarakan oleh USAID terhadap rumah sakit swasta menunjukkan, pendapatan dari pembayaran mandiri menurun dari sekitar 50% tahun 2013, menjadi hanya sekitar 30% pada 2016 pada rumah sakit yang dikontrak oleh BPJSK.
Ini menunjukkan, skema asuransi kesehatan berhasil menekan pembiayaan mandiri. Penurunan proporsi pembayaran mandiri ini diikuti oleh peningkatan pendapatan bersih (lebih dari 20% peningkatan tahunan pada 2016). Sebaliknya, pendapatan bersih rumah sakit yang tidak bekerja sama dengan BPJSK mengalami kontraksi (kurang dari 30%).
Namun, dukungan terhadap asuransi kesehatan ini akan menimbulkan masalah baru, terutama dari segi administrasi. Survei USAID menyebutkan, waktu dan prosedur pemrosesan klaim dianggap merepotkan oleh rumah sakit. Sebagian besar (70%) rumah sakit swasta ini harus merekrut karyawan baru (rata-rata 5,3 orang baru per rumah sakit) agar dapat memproses klaim ke BPJSK.
Lintasarta SIMRS
Untuk membantu membenahi administrasi, rumah sakit dapat mengadopsi SIMRS (sistem informasi rumah sakit). SIMRS sebenarnya sudah diwajibkan lewat Permenkes RI Nomor 82 tahun 2013 tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit, namun banyak rumah sakit yang belum memiliki sistem informasi yang komprehensif untuk implementasinya.
Baca juga: Efisiensi, Salah Satu Keuntungan Penerapan SIMRS
Pengembangan SIMRS oleh rumah sakit secara internal tentu membutuhkan waktu dan sumber daya yang cukup banyak serta memumpuni. Belum lagi biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan SIMRS yang tidak sedikit. Oleh karena itu, penggunaan layanan SIMRS pihak ketiga menjadi pilihan terbaik seperti Lintasarta SIMRS. Rumah sakit dapat memanfaatkan layanan pihak ketiga seperti Lintasarta SIMRS. Solusi SIMRS dari Lintasarta mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan rumah sakit secara real-time, sehingga semua data, baik medis dan nonmedis (seperti keuangan dan manajemen) dapat dikumpulkan, disimpan dan diolah secara akurat.
Lintasarta SIMRS juga telah mengintegrasikan layanan asuransi dan pembayaran, termasuk BPJS Kesehatan. Integrasi dengan BPJS Kesehatan melalui V-Claim dan E-Claim mempermudah rumah sakit dalam melakukan administrasi pasien. Dengan demikian, antrean pasien maupun calon pasien dapat dikurangi. Inilah kunci untuk dapat meningkatkan pendapatan rumah sakit dengan memperluas cakupan layanan kesehatan kepada seluruh pasiennya.
Tertarik dengan solusi Lintasarta SIMRS? Silakan hubungi kami.