Di tengah pandemi, layanan kesehatan digital seperti aplikasi Telemedicine telah naik daun karena menjadi andalan orang-orang yang enggan dan takut berobat ke rumah sakit. Sebab, aplikasi Telemedicine memungkinkan setiap pengguna untuk berkonsultasi dengan dokter secara daring. Dengan begitu, aplikasi Telemedicine juga mendorong pengguna untuk tetap mengedepankan protokol kesehatan melalui physical distancing. Aplikasi Telemedicine mungkin identik dengan startup bidang kesehatan. Namun sejatinya sejumlah rumah sakit di Indonesia juga sudah merintis maupun mengembangkan layanan kesehatan digital. Pemerintah Indonesia juga sudah mendorong industri kesehatan untuk bertransformasi digital, salah satunya melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2013 tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS). SIMRS adalah sistem teknologi informasi komunikasi yang memproses dan mengintegrasikan seluruh alur pelayanan rumah sakit dalam bentuk jaringan koordinasi, pelaporan, dan prosedur administrasi untuk memperoleh informasi secara tepat dan akurat. Salah satu kemampuan SIMRS adalah menjadi wadah bagi penyedia layanan kesehatan dalam mengumpulkan data pasien maupun data lainnya menjadi bekal industri kesehatan dalam mengembangkan layanan digital. Seiring waktu, regulasi terkait layanan kesehatan digital semakin dibutuhkan mengingat layanan tersebut yang semakin marak. Di antara salah satu poin yang menjadi sorotan adalah terkait bagaimana perusahaan menjamin layanannya, terutama dalam menyimpan data pasien yang dihimpun menggunakan SIMRS.
Baca juga: Apa Itu SIMRS dan Bagaimana Penerapannya Bagi Rumah Sakit?
Upaya pemerintah mendorong jaminan layanan kesehatan digital
Sesuai dengan Pasal 35 PP 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PSE), setiap penyelenggara sistem elektronik termasuk aplikasi kesehatan digital atau Telemedicine harus terdaftar di Kemenkominfo. Namun kaitannya dengan layanan kesehatan digital, pengawasan sistem elektronik dibuat oleh Kementerian Kesehatan setelah berkoordinasi dengan Menkominfo. Sebagai upaya mendigitalisasi layanan kesehatan dan menjamin layanan tersebut, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dalam wawancara dengan Oxford Business Group menyebutkan rencananya untuk membentuk regulatory sandbox kesehatan digital. Berdasarkan rencana tersebut, regulator dan startup kesehatan akan bersama-sama mengeksplorasi model bisnis produk kesehatan digital, memitigasi risiko, standar mutu, serta acuan keselamatan waktu tertentu. Beberapa hal yang perlu dijadikan pertimbangan adalah tentang bagaimana penyedia layanan menjaga data pribadi pasien, mengingat data medis merupakan salah satu data yang sensitif. Praveen Raj Kumar, perwakilan dari Kementerian Kesehatan Singapura dalam webinar kerja sama Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan Kemenkes RI menjelaskan, regulatory sandbox disusun oleh pemerintah dalam rangka memberikan perlindungan kepada konsumen. Menurutnya, setiap dokter yang memberikan konsultasi online wajib menanyakan alamat pasien, agar dokter dapat mengirimkan ambulans ke alamat pasien ketika dibutuhkan sewaktu-waktu. Selama ini, konsultasi yang disediakan berbagai aplikasi Telemedicine di Indonesia memang tidak mewajibkan pasien untuk memberikan alamat kepada dokter terkait. Begitupun sebaliknya, dokter pada aplikasi terkait tidak diwajibkan untuk meminta alamat pasien. Di Indonesia, pendekatan regulatory sandbox sudah dilaksanakan oleh Otoritas Jasa Keuangan mulai tahun 2018 oleh Grup Inovasi Keuangan Digital. Dalam POJK no 13/2018, regulatory sandbox di OJK didefinisikan sebagai mekanisme pengujian untuk menilai keandalan proses bisnis, model bisnis, instrumen keuangan, dan tata kelola penyelenggara Inovasi Keuangan Digital. Puluhan penyelenggara Inovasi Keuangan Digital dari berbagai startup tercatat dan mengikuti mekanisme regulatory sandbox. Namun di sektor kesehatan, proses ini masih dalam tahap rencana.
Baca juga: Seberapa Perlu Rumah Sakit Anda Gunakan Sistem Informasi Integrasi?
Solusi manajemen layanan kesehatan
Untuk membantu industri kesehatan dalam memanajemen data serta menjamin dan mengelola proses pelayanan, Lintasarta menghadirkan layanan Lintasarta SIMRS. Lintasarta SIMRS adalah sistem pencatatan rekam medis yang mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan rumah sakit secara real-time untuk memperoleh informasi medis dan non-medis secara tepat dan akurat. Berkat kerja sama Lintasarta dengan berbagai pihak terkait, Lintasarta SIMRS dapat menyajikan data secara real-time. Selain itu, dukungan SDM Lintasarta yang tersebar di 54 kota di Indonesia dan Lintasarta Contact Center yang siaga 24×7, akan memudahkan penyedia layanan kesehatan mengatasi kendala sistem dengan cepat. Lintasarta SIMRS dilengkapi dengan serangkaian sistem mencakup Patient Administration System, Electronic Medical Record, Department Information System dan Enterprise Resource Planning. Secara khusus, Electronic Medical Record berfungsi untuk merekam berkas rekam medis pasien selama kegiatan pelayanan medis dilakukan. Biasanya, pencatatan rekam medis pasien dilakukan secara manual. Dengan menggunakan teknologi Lintasarta SIMRS, rekam medis pasien dapat dilakukan secara digital sehingga dapat mempercepat tenaga medis dalam melakukan dan mempersiapkan tindakan.
Baca juga: Masalah yang Sering Muncul dalam Sistem Manajemen Rumah Sakit Konvensional
Terkait keamanannya, semua data yang terhimpun dalam serangkaian sistem di atas, akan tersimpan di Data Center yang aman. Lintasarta terus berkomitmen untuk membantu pengembangan berbagai industri di Indonesia termasuk sektor kesehatan melalui Lintasarta SIMRS dan Lintasarta Telemedicine. Hubungi kami untuk mendapatkan layanan SIMRS terbaik dan informasi lebih detail terkait solusi Lintasarta SIMRS.