|
Lintasarta

Peran Teknologi Smart City pada Era Pasca-Pandemi

lintasarta smart citySKOTA by LintasartaSmart City

Pandemi COVID-19 memberikan dorongan kepada pemerintahan kota dan kabupaten untuk mengoptimalkan implementasi konsep teknologi Smart City. Pemanfaatan Smart City berdasarkan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang tujuan utamanya untuk meningkatkan taraf hidup warga dan layanan pemerintah juga diimplementasikan dalam mengendalikan penyebaran atau penularan COVID-19.

COVID-19 juga telah memaksa masyarakat dunia khususnya di Indonesia agar lebih nyaman untuk merangkul aspek teknologi dalam kehidupan sehari-hari, ketika mereka harus bekerja, belajar dan bersosialisasi dari rumah sendiri. Transaksi cashless (nontunai) dan online (daring) semakin lumrah, begitu pula sejumlah pertemuan virtual. Perubahan pola pikir dan perilaku ini pada gilirannya akan berbekas, meskipun pandemi sudah mereda.

Baca juga: Seperti Apa Konsep Smart City untuk Ibu Kota Baru?

Namun, pandemi tidak akan berlangsung selamanya. Cepat atau lambat, kota-kota di Indonesia akan kembali pulih dari pandemi, antara lain karena berkat bantuan vaksin. Meskipun begitu, kota-kota dapat memetik berbagai pelajaran dari berbagai inisiatif yang sudah dilakukan saat pandemi, untuk diterapkan ketika kota sudah pulih dari pandemi. Bagaimana potret suatu Smart City di era pasca-pandemi?

Teknologi Smart City dan pemantauan penyebaran penyakit

Berbagai teknologi digital sudah dikerahkan untuk memantau dan mencegah penyebaran COVID-19. Pakar kesehatan menyebutkan, masih banyak penyakit menular lainnya yang berpotensi untuk menjadi pandemi, dan karena itu kota-kota harus bersiap untuk memantau dan mencegah penyebaran penyakit dari sekarang. Banyak teknologi tersebut berpotensi digunakan di masa depan.

Dengan bantuan perangkat Internet of Things (IoT), teknologi Smart City dapat mendeteksi dan memperingatkan penyebaran virus selanjutnya. Data dapat diperoleh dari CCTV yang terintegrasi dengan pemantauan thermal. Di pemerintah kota Wuhan, China, misalnya, yang menggunakan sistem pemantauan ideal, tidak hanya menggunakan data dari IoT, tetapi juga sumber lain seperti perangkat sandangan (wearable) kebugaran, dan media sosial (Twitter, Facebook, Instagram).

Digitalisasi layanan publik

Pandemi juga memaksa banyak institusi pemerintah untuk memindahkan layanannya ke kanal daring. Sebagai contoh, di Depok layanan publik seperti perizinan, pendidikan, pajak dan PDAM dapat diakses lewat aplikasi ponsel. Layanan kesehatan jarak jauh (Telemedicine dan Telehealth) juga semakin dipromosikan, agar warga tetap dapat mengakses layanan kesehatan meskipun tanpa tatap muka.

Baca juga: 4 Kota di Indonesia yang Sudah Terapkan Konsep Smart City

Idealnya, peralihan ke layanan digital ini bisa berlaku permanen. Namun, proses digitalisasi yang dilakukan di waktu darurat sebenarnya berisiko, karena solusi yang diciptakan biasanya hanya ‘setengah matang’. Untuk jangka panjang, lembaga pemerintahan harus memastikan bahwa layanan digital mereka benar-benar dapat memudahkan warga, dan bukan hanya menjadi solusi sementara.

Kota yang lebih ramah untuk remote working

Pembatasan mobilitas yang dilakukan di berbagai negara membuat semakin banyak pihak sadar bahwa cukup banyak pekerjaan yang tidak harus dilakukan di kantor. Semakin banyak perusahaan yang terbuka terhadap paradigma bekerja jarak jauh (remote working), tidak hanya teleworking. Ini membuat banyak para pekerja, terutama yang bergerak di industri jasa dan pekerja lepas, mulai mempertimbangkan untuk pindah ke kota kecil dan menengah dengan biaya hidup lebih murah dan nyaman.

Pindahnya tenaga kerja ke kota-kota menengah dan kecil ini bisa membantu membangkitkan perekonomian daerah. Warga baru dapat membantu ekonomi lokal dengan berbelanja dan ikut membayar pajak di daerah tersebut. Namun, agar dapat menarik para remote worker ini, pemerintah kota perlu membenahi infrastrukturnya agar lebih ramah buat pekerja digital nomad. Ini misalnya dapat dilakukan dengan meningkatkan opsi konektivitas, menyediakan lebih banyak hotspot Wi-Fi dan layanan publik secara online.

Pentingnya mengatasi kesenjangan digital (digital divide)

Satu hal lain yang terlihat ketika banyak lembaga pemerintahan, kesehatan, dan pendidikan beralih ke layanan online adalah kesenjangan digital. Kisah tentang siswa yang harus bersusah payah dengan pelajaran jarak jauh karena tidak punya ponsel dan akses Internet sering terjadi. Padahal teknologi Smart City tidak dapat memiliki manfaat optimal bila masih ada kesenjangan digital.

Warga yang tidak melek teknologi akan mengalami berbagai kesulitan di dalam sebuah kota cerdas. Hal itu dapat dilihat dari beberapa contoh, misalnya mengakses berbagai layanan dasar yang hanya tersedia lewat aplikasi ponsel atau portal online. Karena itu, pemerintah kota yang ingin memajukan inisiatif teknologi Smart City juga harus memasukkan program untuk menutup kesenjangan digital.

Baca juga: Bagaimana smart city menjadikan kota lebih aman di saat New Normal?

Tentunya masih banyak pelajaran lain yang bisa diperoleh pemerintah kota dari masa pandemi. Lintasarta dapat membantu dengan menyediakan solusi teknologi yang mendukung pengembangan teknologi Smart City, yang sudah mengintegrasikan pelajaran yang didapatkan. Melalui SKOTA by Lintasarta, solusi ini menawarkan end-to-end solution yang dibagi ke dalam beberapa tahapan, mulai dari perencanaan, implementasi, hingga sosialisasi ke masyarakat.

Untuk mengetahui lebih lanjut solusi Smart City atau SKOTA by Lintasarta, silakan hubungi kami.

Peran Teknologi Smart City pada Era Pasca-Pandemi

Pandemi COVID-19 memberikan dorongan kepada pemerintahan kota dan kabupaten untuk mengoptimalkan implementasi konsep teknologi Smart City. Pemanfaatan Smart City berdasarkan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang tujuan utamanya untuk meningkatkan taraf hidup warga dan layanan pemerintah juga diimplementasikan dalam mengendalikan penyebaran atau penularan COVID-19.

COVID-19 juga telah memaksa masyarakat dunia khususnya di Indonesia agar lebih nyaman untuk merangkul aspek teknologi dalam kehidupan sehari-hari, ketika mereka harus bekerja, belajar dan bersosialisasi dari rumah sendiri. Transaksi cashless (nontunai) dan online (daring) semakin lumrah, begitu pula sejumlah pertemuan virtual. Perubahan pola pikir dan perilaku ini pada gilirannya akan berbekas, meskipun pandemi sudah mereda.

Berita Lainnya

Layanan ‘one stop solution’ untuk perkembangan bisnis Anda!