|
Lintasarta

Potensi Penerapan AI dan Blockchain dalam Proses KYC

e-KYCLintasarta E-KYCTeknologi AI

Proses uji tuntas calon nasabah (Customer Due Dilligence), atau sering juga disebut sebagai proses Know Your Customer (KYC) merupakan kewajiban setiap bank dan lembaga keuangan pada umumnya. Proses ini tidak hanya berguna untuk mencegah penipuan, tetapi juga menanggulangi tindak pidana yang lebih serius seperti pencucian uang dan pendanaan terorisme. Sayangnya proses KYC yang dilakukan secara konvensional sering menjadi beban, baik untuk calon nasabah maupun lembaga keuangan.

Bila dilakukan secara manual, proses KYC bisa memakan waktu lama dan menuntut banyak tenaga kerja. Calon nasabah juga harus datang ke kantor cabang dengan membawa dokumen yang diperlukan untuk proses verifikasi. Kerepotan tersebut pun dapat mencegah calon nasabah untuk membuka rekening baru.

Baca juga: Bagaimana Memastikan Keandalan Teknologi e-KYC?

Masalah ini dapat dipecahkan dengan menawarkan proses uji tuntas nasabah dengan menggunakan e-KYC. Dibandingkan KYC konvensional, e-KYC menawarkan serangkaian keunggulan. Nasabah dapat membuat rekening baru hanya dalam waktu lima menit saja.

Solusi e-KYC ini dimungkinkan berkat serangkaian teknologi digital, antara lain OCR (Optical Character Recognition), pengenalan wajah (face recognition), pengenalan orang hidup (liveness detection), dan telepon video (video call). Dengan teknologi tersebut, bank dapat melakukan pemastian identitas calon nasabah dengan cepat, efisien, namun tetap diandalkan.

Selain berbagai teknologi yang sudah disebut di atas, teknologi digital lain juga berpotensi untuk meningkatkan lebih jauh proses KYC, yaitu Blockchain dan Artificial Intelligence (AI atau kecerdasan buatan). Blockchain dapat mempermudah bank dan lembaga keuangan dalam verifikasi data pribadi, sementara AI dapat digunakan untuk memeriksa calon nasabah lebih lanjut.

Blockchain

Blockchain mungkin lebih dikenal sebagai teknologi yang mendasari mata uang kripto (cryptocurrency) seperti Bitcoin dan Ethereum. Namun, sebenarnya potensi penerapan Blockchain tidak hanya terbatas pada mata uang digital. Berbagai pihak telah mengusulkan penerapan Blockchain, antara lain untuk supply chain, pengelolaan hak milik, dan pengelolaan identitas. Berbagai perusahaan global juga telah menjajaki penggunaan Blockchain di industri keuangan, salah satunya untuk proses KYC.

Secara singkat, Blockchain dapat dideskripsikan sebagai buku besar digital yang merekam transaksi atau perubahan data. Buku besar ini dibagi dan direplikasi ke berbagai simpul-simpul tanpa otoritas terpusat. Karena Blockchain dilindungi menggunakan kriptografi, rekaman transaksi tersebut tidak dapat diubah atau diganggu gugat.

Baca juga: Manfaat e-KYC bagi Industri Perbankan di Indonesia

Konsep teknis penerapan Blockchain untuk KYC ini telah dijajaki oleh lembaga konsultan KPMG bersama tiga bank di Singapura. Pada tahun 2017 lalu, KPMG menguji purwarupa solusi KYC yang didasarkan pada Blockchain untuk meninjau kelayakannya secara teknis.

Bank dapat meminta data calon nasabah dari plaform KYC berbasis Blockchain ini. Perincian data nasabah yang sudah ada dapat dibagikan oleh platform tersebut, tentunya dengan izin dan sepengetahuan calon nasabah. Perubahan data dapat dilacak dan direkam dalam Blockchain.

Menurut laporan KPMG, performa purwarupa atau prototipe solusi KYC tersebut terbukti stabil dan responsif, serta aman. Penghematan yang diperoleh diperkirakan mencapai 20-50%, berkat jejak audit yang lebih jelas dan pengurangan duplikasi.

Tantangan yang dihadapi solusi KYC berbasis Blockchain ini antara lain masalah privasi. Regulasi dapat membatasi informasi pribadi yang dibagikan oleh suatu perusahaan ke pihak lain, dan nasabah juga belum tentu bersedia informasi pribadinya dibagikan ke perusahaan lain. Solusi termudah adalah membatasi penggunaan solusi KYC berbasis Blockchain ini dalam satu grup perusahaan, meskipun KPMG juga melihat potensinya dalam level nasional.

AI (kecerdasan buatan)

AI sudah dimanfaatkan oleh industri keuangan sejak beberapa tahun terakhir. Menurut survei Universitas Cambridge dan World Economic Forum (WEF) tahun 2019 lalu, AI paling banyak digunakan dalam data analytics (82%). Dalam hal pengelolaan risiko, AI diterapkan untuk mendeteksi dan memantau terjadinya penipuan (fraud).

AI juga dapat diintegrasikan dalam proses akuisisi nasabah baru, serta proses KYC. Sebagai contoh, proses pengenalan wajah dan pengenalan teks menggunakan teknologi penglihatan komputer (computer vision).

Selain itu, AI juga dapat digunakan untuk memeriksa lebih lanjut informasi tentang calon nasabah berisiko tinggi, misalnya Politically Exposed Person (PEP), serta orang-orang yang dicurigai terlibat dalam tindak pidana pencucian uang dan terorisme. Pemeriksaan lebih lanjut ini biasanya harus dilaksanakan secara manual, dan karena itu bisa memakan waktu cukup lama.

Deloitte menyebutkan beberapa cara, saat AI dapat membantu proses pemeriksaan ini. Misalnya, bank dapat menggunakan AI untuk membandingkan nama calon nasabah dengan daftar hitam orang-orang yang sudah dikenakan sanksi internasional.

Algoritma biasanya tidak dapat melakukan verifikasi dengan akurat, dan karena itu bank sering harus melakukan proses ini secara manual. Selain itu, AI juga bisa diterapkan untuk analisis tautan (link analysis). Analisis tautan misalnya pernah digunakan pada kasus Panama Papers untuk mengungkap tokoh-tokoh yang dicurigai melakukan kejahatan keuangan. Analis secara manual belum tentu dapat mengidentifikasi nasabah bermasalah seperti ini dalam waktu memuaskan.

Baca juga: Marak Digunakan Fintech, Bagaimana Penerapan e-KYC di Indonesia?

Anda dapat memulai efisiensi proses uji tuntas calon nasabah dengan memanfaatkan solusi e-KYC, seperti yang ditawarkan Lintasarta. Platform e-KYC dari Lintasarta menggunakan teknologi digital terkini untuk meningkatkan efisiensi, menurunkan biaya operasional, dan menekan risiko dalam akuisisi nasabah.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang solusi e-KYC dari Lintasarta, silakan hubungi kami.

Lintasarta
|

Potensi Penerapan AI dan Blockchain dalam Proses KYC

Proses uji tuntas calon nasabah (Customer Due Dilligence), atau sering juga disebut sebagai proses Know Your Customer (KYC) merupakan kewajiban setiap bank dan lembaga keuangan pada umumnya. Proses ini tidak hanya berguna untuk mencegah penipuan, tetapi juga menanggulangi tindak pidana yang lebih serius seperti pencucian uang dan pendanaan terorisme. Sayangnya proses KYC yang dilakukan secara konvensional sering menjadi beban, baik untuk calon nasabah maupun lembaga keuangan.

Bila dilakukan secara manual, proses KYC bisa memakan waktu lama dan menuntut banyak tenaga kerja. Calon nasabah juga harus datang ke kantor cabang dengan membawa dokumen yang diperlukan untuk proses verifikasi. Kerepotan tersebut pun dapat mencegah calon nasabah untuk membuka rekening baru.

Masalah ini dapat dipecahkan dengan menawarkan proses uji tuntas nasabah dengan menggunakan e-KYC. Dibandingkan KYC konvensional, e-KYC menawarkan serangkaian keunggulan. Nasabah dapat membuat rekening baru hanya dalam waktu lima menit saja.

Solusi e-KYC ini dimungkinkan berkat serangkaian teknologi digital, antara lain OCR (Optical Character Recognition), pengenalan wajah (face recognition), pengenalan orang hidup (liveness detection), dan telepon video (video call). Dengan teknologi tersebut, bank dapat melakukan pemastian identitas calon nasabah dengan cepat, efisien, namun tetap diandalkan.

Selain berbagai teknologi yang sudah disebut di atas, teknologi digital lain juga berpotensi untuk meningkatkan lebih jauh proses KYC, yaitu Blockchain dan Artificial Intelligence (AI atau kecerdasan buatan). Blockchain dapat mempermudah bank dan lembaga keuangan dalam verifikasi data pribadi, sementara AI dapat digunakan untuk memeriksa calon nasabah lebih lanjut.

Berita Lainnya

Layanan ‘one stop solution’ untuk perkembangan bisnis Anda!