Mata uang kripto (cryptocurrency) saat ini sudah menjadi salah satu jenis aset yang menarik untuk diperdagangkan dan menjadi jenis investasi alternatif. Mata uang kripto menawarkan kelebihan seperti transaksi yang lebih cepat (terutama untuk antar negara), lebih privat, dan lebih tahan terhadap inflasi.
Baca juga: Pemerataan Ekonomi yang Didorong e-KYC, Apa Itu Inklusi Keuangan?
Meskipun pada awalnya mata uang kripto dirancang untuk berada di luar sistem keuangan resmi, pada kenyataannya masyarakat yang ingin berdagang dan investasi aset digital ini tetap harus mematuhi regulasi. Salah satunya adalah peraturan yang dirancang untuk menghindari tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme, seperti kewajiban pengenalan pelanggan (Know Your Customer).
Mencegah Pencucian Uang Lewat Aset Kripto
Seperti banyak produk keuangan lainnya, mata uang kripto dapat disalahgunakan untuk pencucian uang. Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) khususnya menyorot mata uang kripto, yang disebut rawan terhadap tindak pidana keuangan ini. PPATK menyebutkan bahwa risiko ini sudah dideteksi sejak 2013.
Secara global, penjahat keuangan pada 2021 telah mencuci uang di mata uang kripto sebanyak USD 8,6 miliar, atau meningkat sebanyak 30% dibandingkan tahun sebelumnya.
Karena risiko akan pencucian uang ini, berbagai lembaga regulator mencoba merumuskan aturan untuk mencegah penyalahgunaan transaksi mata uang kripto.
Financial Action Tax Force (FATF) pada 2019 memberikan rekomendasi yang disebut sebagai “Travel Rule”. Aturan ini menuntut pengumpulan data atas pelaku transaksi keuangan yang melebihi nilai USD 1000/EUR 1000. Pada awalnya, aturan ini hanya berlaku untuk transaksi yang diselenggarakan bank dan lembaga keuangan tradisional lainnya. Namun, saat ini aturan “Travel Rule” juga mulai diberlakukan untuk penyedia jasa transaksi mata uang kripto.
Di Indonesia, perdagangan mata uang kripto telah diatur oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), yaitu lewat Peraturan Bappebti Nomor 3 Tahun 2019 tentang Komoditi yang dapat dijadikan subyek kontrak berjangka, kontrak derivatif syariah, dan/atau kontrak derivatif lain yang diperdagangkan di bursa berjangka.
Baca juga: Apa Itu Teknologi Biometrik pada e-KYC?
Peraturan ini menyatakan bahwa aset kripto dapat diperdagangkan di bursa berjangka. Meskipun pada awalnya dirancang sebagai alat pembayaran, saat ini mata uang kripto hanya boleh diperlakukan sebagai aset berjangka.
Selanjutnya, Bappebti juga telah mengatur lebih lanjut tentang perdagangan aset kripto pada Peraturan No 8 tahun 2021. Salah satu kewajiban pedagang aset kripto adalah melakukan proses pengenalan pelanggan (KYC).
Pedagang aset kripto disebutkan wajib melakukan proses KYC sebelum menerima pelanggan yang akan memperdagangkan mata uang kripto. Setelah lulus proses identifikasi dan verifikasi, barulah pelanggan dapat diberikan akun untuk transaksi perdagangan. Identifikasi dan verifikasi ini bertujuan tidak hanya untuk mencegah tindak pidana pencucian uang, tetapi juga untuk mencegah pendanaan terorisme.
Proses Identifikasi e-KYC
Pada proses KYC tradisional, identifikasi dan pemastian identitas calon pelanggan biasanya dilakukan dengan tatap muka, dengan membawa dokumen pendukung dan wawancara langsung. Cara ini relatif mahal dan menuntut sumber daya lebih dari perusahaan pedagang aset kripto.
Untungnya, Bappebti sebagai regulator perdagangan kripto saat ini telah mengizinkan proses pengenalan calon pelanggan elektronik.
Secara khusus, peraturan Bappebti No. 8/2021 menyebutkan kriteria bahwa sistem e-KYC itu harus menggunakan fitur face recognition dan liveness detection, untuk memeriksa bahwa calon pelanggan yang melalui proses KYC benar-benar hidup (bukan palsu). Selain itu pedagang kripto juga wajib terhubung dengan data administrasi kependudukan yang dimiliki oleh Kementerian Dalam Negeri.
Lintasarta e-KYC
Pedagang aset kripto yang ingin mempercepat proses pengenalan pelanggan dapat memanfaatkan solusi e-KYC yang disediakan oleh Lintasarta.
Selain menggunakan facial recognition dan liveness detection yang dituntut oleh regulasi, solusi e-KYC dari Lintasarta untuk memfasilitasi pedagang aset kripto melakukan proses KYC secara elektronik adalah dengan menggunakan fitur, seperti optical character recognition untuk pengisian data lebih cepat. Sementara itu, fitur video call dapat digunakan untuk tanya jawab dengan calon pelanggan, dan electronic signature untuk mengambil tanda tangan elektronik.
Baca juga: Mengenal Perbedaan e-KYC untuk Bank vs Non-Bank
Dengan solusi e-KYC dari Lintasarta, proses akuisisi pelanggan dapat dilakukan dengan lebih cepat dibandingkan proses tradisional. Calon pelanggan tidak perlu datang secara fisik ke kantor perusahaan. Untuk informasi lebih lanjut tentang bagaimana solusi Lintasarta e-KYC dapat mempermudah pedagang aset kripto dalam meraih pelanggan, silakan hubungi kami.