|
Lintasarta

E-KYC: Cara Mudah Perusahaan Fintech Meningkatkan Proses Uji Tuntas Calon Pelanggan

e-KYCLayanan e-KYCLintasarta E-KYC

Tidak dapat dipungkiri, e-KYC akan menjadi solusi ini di tengah maraknya layanan tekfin dan digital bank di Indonesia. Meskipun survei OJK tahun 2019 menyebutkan bahwa indeks inklusi keuangan sudah mencapai 76,19%, pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang belum mendapat akses ke jasa keuangan formal. Diperkirakan angka ini mencapai 83 juta orang, dan survei dari Deloitte mengindikasikan angka yang lebih tinggi lagi, yaitu 110 juta orang.

Fintech (financial technology) atau sering juga disebut sebagai tekfin (teknologi finansial) berperan besar dalam membuka layanan keuangan kepada lebih banyak orang. Perusahaan fintech telah membuka kesempatan untuk masyarakat yang tadinya tidak sepenuhnya memanfaatkan layanan bank (underbanked) atau malah tidak dilayani sama sekali (unbanked) untuk mendapatkan jasa keuangan.

Sebutan fintech sebenarnya cukup luas. Bank Indonesia menggolongkan berbagai jenis layanan fintech menjadi 5: sistem pembayaran, pendukung pasar, manajemen investasi dan manajemen risiko, pinjaman dan pembiayaan modal, dan layanan keuangan lain-lainnya.

Baca Juga: Bagaimana Memastikan Keandalan Teknologi e-KYC?

Perusahaan fintech tidak lepas dari kewajiban untuk melakukan proses uji tuntas pelanggan (customer due diligence) atau sering juga disebut pengenalan pelanggan (know your customer atau KYC). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebenarnya sudah mewajibkan agar penyedia P2P lending melakukan proses KYC sejak tahun 2016. Sementara pelaku dompet elektronik sudah diwajibkan untuk melakukan KYC sejak tahun 2017. Kewajiban proses uji tuntas tersebut diberlakukan untuk mencegah tindak pidana pencucian uang serta pendanaan terorisme.

Kewajiban KYC ini sempat dikeluhkan oleh pelaku fintech, terutama karena pada awalnya proses uji tuntas konvensional menuntut tatap muka dengan calon nasabah. Padahal jasa fintech pada umumnya ditawarkan secara daring atau melalui aplikasi ponsel.

Proses KYC masih lambat

Sebuah studi yang dilakukan oleh MicroSave Consulting (MSC) menemukan bahwa proses KYC yang dilakukan dua jenis pelaku fintech, yaitu penyedia dompet elektronik dan P2P lending masih jauh dari ideal.

Untuk penyedia dompet elektronik, proses onboarding nasabah yang mencakup KYC bisa mencapai 2 hari, meskipun dilakukan melalui aplikasi. Untuk merchant, proses ini bisa sampai 10 hari. Sementara itu, proses onboarding nasabah pada P2P lending memang hanya 1 hari untuk pemberi pinjaman, tetapi sampai 3 hari untuk peminjam.

Baca Juga: Marak Digunakan Fintech, Bagaimana Penerapan e-KYC di Indonesia?

Salah satu sumber masalah adalah proses pemastian identitas yang masih lambat. MSC menyebutkan perusahaan fintech masih kesulitan untuk memastikan identitas dengan seketika. Banyak fintech juga tergantung pada input data secara manual dari calon pelanggan.

Implementasi teknologi e-KYC dapat membantu perusahaan fintech untuk mempercepat proses uji tuntas ini. MSC memperkirakan bahwa penghematan yang dapat diraup oleh sektor fintech di Indonesia bisa mencapai Rp 57-63 triliun, dalam selang waktu 10 tahun. Dari segi regulasi, pemerintah sudah membolehkan pelaku fintech seperti P2P lending dan dompet elektronik untuk melakukan proses uji tuntas tanpa harus tatap muka langsung, dan bisa dilakukan lewat saluran elektronik.

Agar tetap dapat mematuhi regulasi, perusahaan fintech perlu melakukan proses KYC yang memenuhi standar OJK. Bisa dilihat bahwa solusinya adalah teknologi e-KYC yang lebih baik dan dapat menyelesaikan proses dengan lebih cepat.

Uji tuntas yang belum cermat dapat diatasi dengan e-KYC

Meskipun pelaku fintech seharusnya melakukan uji tuntas dengan cermat, pada kenyataannya proses KYC yang dilakukan sering gagal memeriksa identitas calon pelanggan. Padahal kasus pencurian identitas untuk membuat rekening baru sudah tidak asing lagi.

Akibat proses KYC yang tidak akurat ini, orang yang identitasnya dipalsukan menjadi korban. Pelaku fintech juga dirugikan, misalnya meningkatnya risiko gagal bayar di perusahaan peminjaman daring. Padahal masalah pemalsuan identitas ini bisa dicegah bila perusahaan fintech menerapkan proses KYC yang benar.

Ketika memilih solusi e-KYC, pelaku fintech tidak hanya harus mementingkan aspek kecepatan proses, tetapi juga akurasi. Teknologi e-KYC harus benar-benar andal dalam melakukan verifikasi calon pelanggan, dan tidak meloloskan identitas palsu.

Baca Juga: Gandeng nasabah baru kurang lebih 5 menit dengan Lintasarta e-KYC

Lintasarta e-KYC merupakan solusi yang disediakan Lintasarta untuk akuisisi pelanggan fintech lewat saluran elektronik. Platform KYC Digital ini membantu mempermudah proses verifikasi pelanggan, menurunkan biaya operasional, dan pada gilirannya meningkatkan pendapatan.

Untuk mempercepat proses pengisian data calon pelanggan, Lintasarta e-KYC menggunakan teknologi OCR (optical character recognition atau pengenalan karakter optik). Fitur lain seperti tanda facial recognition (pengenalan wajah), liveness detection, Video Call dan tanda tangan digital (electronic signature) dapat membantu mempermudah verifikasi calon pelanggan dan memenuhi persyaratan dari regulator. Dengan menggunakan Lintasarta E-KYC, verifikasi dan pendaftaran dapat dilakukan dengan cepat (5-10 menit).

Fitur seperti Liveness Detection dan Video Call dari Lintasarta e-KYC khususnya sangat membantu meningkatkan akurasi pemastian identitas calon pelanggan saat pelaksanaan proses uji tuntas. Agen perusahaan fintech dapat memastikan bahwa dia sedang berhadapan dengan orang hidup. Dia juga dapat mengajukan pertanyaan langsung untuk verifikasi identitas seperti layaknya pertemuan tatap muka.

Untuk mengetahui lebih lanjut solusi e-KYC Lintasarta untuk fintech, silakan hubungi kami.

Lintasarta
|

E-KYC: Cara Mudah Perusahaan Fintech Meningkatkan Proses Uji Tuntas Calon Pelanggan

Meskipun survei OJK tahun 2019 menyebutkan bahwa indeks inklusi keuangan sudah mencapai 76,19%, pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang belum mendapat akses ke jasa keuangan formal. Diperkirakan angka ini mencapai 83 juta orang, dan survei dari Deloitte mengindikasikan angka yang lebih tinggi lagi, yaitu 110 juta orang.

Fintech (financial technology) atau sering juga disebut sebagai tekfin (teknologi finansial) berperan besar dalam membuka layanan keuangan kepada lebih banyak orang. Perusahaan fintech telah membuka kesempatan untuk masyarakat yang tadinya tidak sepenuhnya memanfaatkan layanan bank (underbanked) atau malah tidak dilayani sama sekali (unbanked) untuk mendapatkan jasa keuangan.

Berita Lainnya

Layanan ‘one stop solution’ untuk perkembangan bisnis Anda!