Seiring dengan makin matangnya usia Lintasararta, sektor-sektor usaha baru kini mulai dilirik dan dimasuki. Mengenali karakter dan kebutuhan masing-masing bidang usaha penting jika ingin berhasil.
Sejak awal berdiri pada tahun 1988, Linstasarta sudah dikenal sebagai salah satu perusahaan komunikasi dan informasi yang banyak bergerak untuk mendukung industri perbankan di Indonesia. Kemapanan di bidang ini tentu sebuah pencapaian yang patut untuk dihargai. Tetapi bisnis Lintasarta perlu terus berkembang sehingga mencoba bidang usaha lain yang baru menjadi pilihan yang tidak bisa dihindari.
Presiden Direktur Lintasarta Samsriyono Nugroho mengatakan, sejak tahun 2011 Lintasarta sudah mulai mencoba masuk ke bidang usaha di luar perbankan. “Sejak tahun 2011, kita coba fokus untuk masuk ke industri natural resources,” katanya. Rasanya sebuah pilihan yang tepat, mengingat Indonesia, selain memiliki wilayah yang luas yang membutuhkan teknologi komunikasi informasi yang andal untuk menghubungkan antar wilayah, juga memiliki kekayaan alam yang berlimpah. Kekayaan alam yang perlu dikelola dengan baik oleh para pelaku bisnis di bidang ini untuk menghasilkan keuntungan yang optimal. Langkah bagi Lintasarta untuk memasuki bidang usaha baru juga mendapatkan dukungan dari para pelanggan setia mereka. Lintasarta yang sudah terkenal dengan jaringan yang luas, teknologi yang selalu up to date serta pelayanan yang prima, memiliki semua syarat untuk terjun ke bidang baru tersebut. Vice President IT Bank Danamon, Susilo mengatakan untuk terjun ke bidang usaha baru, Lintasarta perlu mengenal dengan baik karakter bidang usaha tersebut serta kebutuhan spesifik dari calon pelanggannya. “Saya sering bilang ke teman-teman provider, juga ke Lintasarta, untuk sering bergaul dengan pelaku bidang usaha baru yang dibidik,” tukasnya. Cara yang dapat dilakukan untuk mengenal karakter usaha dan pelanggan itu, lanjut Susilo, adalah dengan lebih seringnya Lintasarta mengirimkan orang-orangnya untuk mengikuti seminar-seminar yang membahas tren dalam bidang usaha tersebut. Tidak hanya melulu seminar yang berkaitan dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang terbaru saja. “Mengikuti seminar soal perkembangan teknologi IT tidak bisa ditinggalkan, tetapi ikut seminar di bidang baru penting. Biar bisa tahu bagaimana karakternya, dan apa yang mereka butuhkan,” paparnya. Susilo menyebut, Lintasarta punya kekuatan di last mile. Kekuatan itu menjadi modal penting untuk masuk ke usaha baru, terutama natural resources. Mengingat site-site industri yang bergerak di bidang natural resources umumnya berada di lokasi-lokasi yang terpencil. Sementara mereka juga perlu koneksi yang bagus dengan kantor pusat mereka yang umumnya berada di Jakarta dan kota besar lainnya. Susilo menyebut, selain harus mengetahui tren atau pola wilayah industri baru yang hendak dimasuki Lintasarta, tantangan lainnya adalah bagaimana mengemas teknologi agar bisa diubah menjadi produk yang bisa memenuhi kebutuhan industri tersebut. “Technology is technology. Apakah itu cocok dengan wilayah bisnis baru yang hendak dimasuki, belum tentu,” paparnya. Menurut Susilo, bagaimana menurunkan teknologi itu menjadi sebuah produk, dan bagaimana mengemas sebuah produk agar sesuai dengan kebutuhan pelanggan akan menjadi kunci yang membedakan keberhasilan antar perusahan komunikasi dan informasi yang terjun ke bidang usaha yang baru. “Tantangannya di kostumisasinya, packaging-nya, cost-nya, dll. Produknya menarik, tetapi kalau costnya terlalu tinggi juga tidak laku,” sebutnya. Susilo yakin bahwa para petinggi di Lintasarta sangat memahami hal ini. Satu lagi yang menurut dia menjadi keunggulan Lintasarta jika ingin bergerak di bidang usaha baru adalah Lintasarta berhasil menjadi salah satu kampiun di industri perbankan yang aturannya sangat ketat. “ “Banking itu kan regulated industry, aturannya banyak. Dengan aturan yang ketat, sehingga mengemas produknya, harus memenuhi kriteria-kriteria yang diterapkan. Jika kemudian masuk ke industri baru yang memiliki aturan ketat seperti bank, Lintasarta tidak terkejut. Sementara kalau masuk ke industri yang kurang ketat, itu bisa jadi sarana untuk melakukan improvisasi produk,” tuturnya. Hanya saja, Susilo mengingatkan untuk menjadi perusahaan komunikasi informasi yang diperhitungkan di bidang industri baru, Lintasarta harus tetap menjaga kualitas pelayanan mereka. Jangan sampai kualitas pelayanan itu turun ketika memasuki area bisnis baru. Standar layanan itu harus terjaga di semua bidang industri yang dimasuki. Bagaimanapun bagusnya teknologi dan produk sebuah perusahaan komunikasi dan informasi, jika tidak diimbangi dengan pelayanan yang prima, Susilo yakin itu tidak akan jadi pilihan konsumen. “Mungkin awalnya iya, tetapi apakah akan menjadi pilihan untuk jangka panjang tanpa layanan yang baik, saya kira tidak,” katanya.