E-Commerce memang memiliki potensi yang luar biasa untuk menjadi salah satu penopang perekonomian kita. Potensi itu memang harus banyak mendapatkan dukungan jika ingin menjadi nyata. Salah satunya adalah melalui sistem pembayaran atau transaksi yang baik. Sistem pembayaran muncul karena perdagangan tidak hanya sekadar pertukaran barang, tetapi juga ada pertukaran nilai. Pada zaman dahulu, perdagangan menggunakan cara barter,alias pertukaran barang yang berbeda yang dianggap mempunyai nilai yang sama. Semisal dua ekor ayam setara dengan setengah karung beras.  Cara ini tentu saja mempunyai banyak kekurangan. Yang paling terasa adalah sulitnya membawa barang dalam jumlah besar dan tentu saja cara memberikan nilai atas barang tersebut sehingga setara. Seiring dengan berkembangnya peradaban dan zaman, orang lalu mulai memikirkan cara yang lebih mudah dalam melakukan perdagangan. “Perdagangan itu ada pertukaran barang atau jasa dengan pertukaran. Itu yang membuat sulit, sehingga diperlukan sebuah standar untuk pertukaran nilai,” terang Ketua Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) Budi Sadikin. Atas dasar itu, lalu dibuatlah standar sistem pembayaran. Ada macam-macam, tetapi yang awal adalah dengan logam mulai, emas misalnya. Tetapi ini juga memiliki kekurangan, yaitu kurang efisien dan efektif. Lalu muncul koin yang menjadi cikal bakal uang yang kita pakai sekarang. “Dengan uang,apakah itu koin atau kertas, juga masih ada kekurangan,” lanjut Budi. Yang paling terasa adalah masih diperlukan bahan yang tidak murah untuk memproduksi uang tersebut, apakah itu untuk membuat uang dalam bentuk koin atau kertas. Dengan kemajuan teknologi, terutama transportasi dan komunikasi, pergerakan barang, jasa, maupun orang, makin mudah dan cepat. Globe makin terasa kecil. Orang dan barang dengan mudahnya berpindah, dari satu benua ke benua lain,satu tempat ke tempat lain. Dan tidak bisa dilarang saat orang berpindah tempat untuk melakukan perdagangan. “Ini yang kemudian memicu perubahan sistem pembayaran dengan apa yang disebut dengan uang digital atau digital money,” ujar Budi. Kemajuan itu pula yang membuat e-commerce tumbuh. E-commerce ini pada dasarnya melampaui urusan jarak dan waktu. Dengan cara ini, orang bisa melakukan perdagangan kapanpun di mana pun, tanpa harus datang ke tempatnya yang nyata. Bisa dibilang, e-commerce berimpitan dengan digital money. Digital money adalah sistem pembayaran tanpa ada perpindahan uang secara fisik. Bentuknya banyak seperti kliring, atau yang umum dikenal adalah pembayaran dengan kartu debit atau kartu kredit. Tugas ASPI yang utama adalah bagaimana menjaga pertukaran ini berjalan baik dan aman. “Jadi tugas kami adalah memfasilitasi pertukaran nilai antara dua entitas setiap kali melakukan pertukaran barang dan jasa. Kita ini yang harus memastikan bahwa pertukaran ini aman,” papar Budi. Makin canggihnya teknologi komunikasi dan informasi ini papar Budi membuat pertumbuhan e-commerce makin pesat dan sayangnya belum terpantau dan terlayani optimal oleh entitas pembayaran. Dia mencontohkan, pada tahun 2011, ternyata ada 9 toko virtual yang menggunakan pembayaran melalui Bank Mandiri. Omzet toko itu hampir Rp 1 triliun per tahun. “Itu masih belum diapa-apain. Mereka berinisiatif sendiri pembayaran melalui Bank Mandiri,” jelasnya. Itu yang membuat sejak 2012, Bank Mandiri mulai bergerak dengan menjaring 100 toko virtual dan memperbanyak cara pembayaran, bisa melalui Paypal, Facebook base atau Twitter base. Omzet dari toko virtual itu besarnya sekitar Rp 6-7 triliun pertahun. Besarnya omzet ini menjadi bukti potensi dari e-commerce. Untuk itu, Budi mengaku sering berpesan kepada bank agar mendevelop sistem pembayaran yang memudahkan bagi konsumen. “Selama ini, jika ingin melakukan transaksi, selalu ditanya nomor rekening. Orang kan susah untuk menghapalnya,” tuturnya. Dia membayangkan, tidakkah bisa transaksi itu seperti ekosistem Apple, di mana jika orang ingin membeli aplikasi bisa di Applestore. Atau transaksi itu tidak harus melalui nomor rekening, tetapi bisa dengan nomor telepon, atau ID apakah di e-mail, Facebook atau twitter. “Prinsipnya, bagaimana membuat pembayaran itu makin mudah,” harapnya. Kemudahan itu hanya salah satu saja. Yang harus juga ditumbuhkan dalam sistem pembayaran yang mudah adalah keamanan. Mudah saja tetapi tidak aman juga tidak baik, sementara aman tetapi sulit bagi konsumen juga kurang menarik. “Faktor keamanan ini juga sangat penting. Kalau tidak bisa menjamin keamanan, tentu membuat e-commerce susah berkembang. Ini yang jadi perhatian utama kami,” tegasnya. Budi menyadari, selain tantangan teknologi untuk membuat sistem pembayaran yang mudah dan aman bagi konsumen, hal lain yang patut dipertimbangkan adalah terus memberikan pendidikan bagi masyarakat untuk mulai menggunakan pembayaran digital money. Harus terus dikampanyekan bahwa sistem pembayaran ini lebih baik, lebih efektif, efisien dan aman dalam melakukan transaksi. Tidak kalah aman dengan pembayaran dengan uang fisik. Budi menyebut ini bukan hal yang mudah dan cepat tercapai, meski Indonesia sebutnya sudah memiliki infrastruktur pembayaran yang baik. Salah satu penyebabnya adalah bangsa Indonesia terlalu lama terbiasa dengan pembayaran uang fisik. Tetapi dia yakin, jika sistem pembayaran digital yang mudah dan aman terus dikembangkan dan dikampanyekan, kebiasan baru itu juga akan terbentuk. Dengan kebiasaan itu, e-commerce dia yakin akan tumbuh pesat untuk mewujudkan potensinya.