Koperasi Unit Desa (KUD) Mukti Jaya menjadi salah satu koperasi sawit percontohan di Indonesia. Modal utama mereka untuk tumbuh kembang adalah kepercayaan. KUD Mukti Jaya ini berdiri pada 1982 kemudian diamalgamasi pada 1994 dan mengalami restrukturisasi pada 1998. Proses restrukturisasi ini menjadi momen penting pada koperasi yang kini beranggotakan 1.924 petani plasma sawit ini. Koperasi berubah dari umum menjadi koperasi produsen kelapa sawit yang tentu saja disertai dengan perubahan anggaran dasar. “Waktu itu petani plasma kelapa sawit prinsipnya harus punya wadah untuk pengelolaan hasil,” jelas Ketua Umum KUD Mukti Jaya, Bambang Gianto. Sejak berubah menjadi koperasi produsen kelapa sawit, KUD Mukti Jaya tumbuh berkembang dengan baik. Ini tampak dari jumlah anggota yang terus bertambah, juga dari omzet koperasi. “Saat ini, omzet per bulan berkisar antara Rp6 miliar sampai Rp10 miliar,” tuturnya. Tumbuhnya KUD Mukti Jaya yang berada di Desa Bumi Kencana, Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan ini juga tidak lepas dari peran PT Hindoli yang aktif memberikan pembinaan. Berkat pembinaan ini, para petani plasma kelapa sawit mengalami peningkatan kesejahteraan. Pasalnya, pada Agustus 2010, petani plasma PT Hindoli menjadi petani pertama yang menerima sertifikat RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil). Lalu berlanjut dengan diberikannya sertifikat ISCC (International Sustainability and Carbon Certification)kepada petani sawit anggota KUD Mukti Jaya pada Agustus 2012. Dua sertifikat itu pada prinsipnya bukti bahwa kebun sawit dikelola pro lingkungan, yakni dengan cara berkelanjutan dan kadar karbonnya rendah. Ini membuat hasil sawit mereka dihargai lebih mahal. “Rata-rata petani anggota koperasi mendapatkan penghasilan Rp4 juta-Rp6 juta per bulan,” katanya. Mobil Kas Besarnya perputaran uang di KUD Mukti Jaya tentu memerlukan tambahan pelayanan bagi anggotanya. Untuk membayar hasil sawit para petani plasma anggotanya, setidaknya dikeluarkan Rp6 miliar-10 miliar per bulan. Jumlah yang sangat besar. “Ini secara teknis tentu agak menyulitkan. Belum lagi soal keamanan. Makanya kami bekerja sama dengan industri perbankan untuk membuat mobil kas. Lebih baik kami yang mendatangi mereka,” jelas Bambang. Sebelum tahun 2007, mobil kas itu hanya melayani pembayaran terhadap hasil petani selama sebulan sekali. Namun setelah 2007, mobil kas itu sudah bisa memberikan layanan transaksi keuangan lainnya, berkaitan dengan koperasi atau bank, seperti transfer atau pembayaran cicilan. Mobil kas ini layaknya kantor berjalan. Mobil ini akan datang di di kantor SKMK di masing-masing desa pada waktu yang telah ditentukan. Para ketua kelompok tani yang akan memberikan kabar kepada para anggotanya. Mobil kas ini juga bisa datang sewaktu-waktu sesuai permintaan, jika perlu transaksi keuangan dalam jumlah yang besar. Keberadaan mobil kas ini tentu memudahkan para anggotanya. Untuk transaksi keuangan, mereka tidak perlu jauh-jauh ke bank. Jarak rata-rata lokasi para petani dengan kantor bank terdekat adalah 30 km. Keberadaan mobil kas ini tentu memotong biaya transportasi. Tetapi yang paling utama dirasakan adalah rasa aman saat melakukan transaksi. Untuk transaksi kecil, di kantor KUD Mukti Jaya juga tersedia ATM. Para anggotanya juga diajari bagaimana menggunakan SMS banking dalam transaksi. Bambang mengungkapkan, hampir semua KUD yang ada di sekitar wilayahnya menggunakan mobil kas. Hanya saja, fungsi mereka baru sebatas melakukan pembayaran terhadap hasil sawit petani. Baru Mobil Kas KUD Mukti Jaya yang bisa memberikan tambahan pelayanan keuangan lainnya. Kepercayaan Bambang menyebutkan beberapa hal yang utama jika ingin membangun koperasi yang berhasil. Sebaiknya, koperasi itu dibangun oleh anggota yang mempunyai kepentingan yang sama. Akan lebih mudah jika komoditasnya juga sama. “Karena komoditas kami sawit, maka kepentingan kami sama. Ini memudahkan ke depannya,” tuturnya. Bambang menyebut, koperasi juga harus bisa membuktikan bahwa mereka bisa memberikan manfaat bagi para anggotanya. Kegagalan membuktikan atau memberikan manfaat, sama artinya dengan kegagalan membangun koperasi. Dan yang terakhir, adalah bagaimana menumbuh kembangkan kepercayaan. “Berdasarkan pengalaman kami, ini yang paling penting,” tuturnya. Bambang mengingat bagaimana dia membangun kepercayaan dengan petani, kelompok tani. Kepercayaan ini yang terus dijaga dan dibangun. Dengan ini semua, KUD Mukti Jaya tumbuh besar. Mereka kini hanya fokus pada simpan pinjam dan pelayanan jaya pengelolaan kebun di mana koperasi akan mendapatkan pendapatan dari management fee. Tantangan ke depan KUD Mukti Jaya, ungkap Bambang adalah pohon sawit petani yang sudah tua, berumur 23 tahun. Tinggal 2-3 tahun lagi sebelum harus diganti yang baru, alias replanting. Untuk replanting ini akan membutuhkan modal besar dan itu tentu akan berperngaruh pada kondisi koperasi. Untuk itu sudah mulai dikumpulkan dana replanting dari anggota sebesar 5%-10% pendapatan tiap bulan. Dana itu dikumpukan di KUD namun disimpan di bank dengan rekening sendiri. KUD Mukti Jaya tidak bisa dan berwenang untuk menggunakan dana itu secara langsung. Para petani anggota akan mendapatkan laporan per tiga bulan dari bank untuk mengetahui kondisi dana itu. Sampai Desember 2013, sudah terkumpul Rp24 miliar. “Saya kira, masa kritisnya 2-3 tahun ke depan. Kita sudah mulai bersiap. Kalau itu bisa dilewati, saya optimis, KUD Mukti Jaya akan lebih maju,” tuturnya.
|
Lintasarta