|
Lintasarta

Tingkatkan Layanan Sistem Pembayaran Ritel dengan BI-FAST Connector

BI-FASTBI-FAST Connectorbi-fast connector lintasarta

Masyarakat Indonesia sangat antusias dalam mengadopsi kegiatan ekonomi dan sistem pembayaran secara daring (online). Ini terlihat dari peningkatan ekonomi digital pada 2020 menurut catatan Bain & Company.

Pada tahun tersebut, sektor ekonomi digital naik 11% dibandingkan tahun sebelumnya. Bain mengestimasi ekonomi digital Indonesia akan tumbuh sampai US$124 miliar pada 2025.

Sistem pembayaran ritel yang menggunakan alat pembayaran nontunai adalah tulang punggung ekonomi digital. Selain itu, alat pembayaran nontunai juga dapat digunakan saat belanja secara fisik di merchant seperti restoran, kafe, minimarket, dan sebagainya.

Alat pembayaran nontunai ini termasuk alat pembayaran menggunakan kartu (APMK), yang mencakup kartu kredit dan debit, serta uang elektronik. Penggunaan alat pembayaran nontunai ini semakin pesat dalam dua tahun terakhir.

Baca Juga: Lintasarta BI-FAST, Solusi Pembayaran Ritel Lembaga Perbankan

Kepemilikan uang elektronik telah melonjak dari 292.299.320 pada 2019 menjadi 432.281.380 buah pada 2020. Menurut data Bank Indonesia pada September 2021, angka ini meningkat menjadi 530.664.510. Sebagai perbandingan, Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan penduduk Indonesia pada 2021 hanya mencapai 272 juta orang.

Meski demikian, kepemilikan kartu kredit merosot dari 17.487.057 di 2019 menjadi hanya 16.940.040 di 2020, sementara peningkatan terjadi pada kartu debit. Bank Indonesia mencatat bahwa pada 2020 angka kepemilikan kartu debit (termasuk kartu ATM) mencapai 204.102.815, naik dibandingkan 174.445.472 pada tahun sebelumnya.

Selain APMK dan uang elektronik, transfer rekening juga merupakan salah satu alat pembayaran yang sering dipakai. Transfer rekening merupakan alternatif menarik untuk belanja secara daring, tidak hanya di e-commerce besar tetapi juga untuk pembayaran kepada pedagang perorangan.

Menurut data Bank Indonesia, nilai transfer dana di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penyelenggara nonbank (perorangan atau organisasi) telah mencapai Rp142 triliun lebih pada 2020. Angka ini naik dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp80 triliun.

Bank di Indonesia berperan penting dalam sistem pembayaran ritel. Bank mengeluarkan produk APMK (kartu debit/kredit) dan beberapa juga memiliki produk uang elektronik. Sumber dana pada produk dompet elektronik pada umumnya juga berasal dari rekening bank.

Digitalisasi dorong Inovasi

Akhir-akhir ini sistem pembayaran ritel telah mengalami tren digitalisasi yang semakin pesat. Selain APMK dan transfer rekening yang masih didominasi pemain lama, para pemain baru mulai meluncurkan berbagai produk alat pembayaran yang disokong oleh teknologi digital seperti Point of Sales (POS), Mobile Solutions, Peer-to-Peer (P2P), Online Checkouts, Mobile Wallets, dan Immediate Payment berbasis Internet of Things (IoT), Artificial Intelligence (AI), Open Application Programming Interface (API), Cloud, Big Data, dan Robotics.

Dompet digital/uang elektronik adalah salah satunya. Secara global kita juga bisa menemukan produk baru seperti pembayaran lewat pesan instan (messenger pay), dan pembayaran sejawat (peer to peer payment/P2P). Di Eropa, kita dapat menemukan produk pembayaran berbasis layanan seperti PISP (payment initiation service provider) dan AISP (account information service provider).

Baca Juga: Peran Aplikasi ERP dalam Mewujudkan Smart Campus

Secara umum, tren digitalisasi telah mendorong masyarakat kepada alat yang lebih cepat, fleksibel, dan mendukung mobilitas, namun tetap aman. Alat pembayaran seperti ini akan lebih optimal dalam mendukung perkembangan ekonomi digital.

BI-FAST dalam blueprint sistem pembayaran nasional

Meskipun masyarakat dan pelaku ekonomi sudah semakin banyak yang menggunakan alat pembayaran digital, sistem pembayaran ritel di Indonesia belum ideal dan belum dapat mendukung sepenuhnya inovasi sistem pembayaran.

Dalam BSPI 2025 (blueprint sistem pembayaran Indonesia 2025), Bank Indonesia menguraikan langkah-langkah yang akan diambil untuk menjawab tantangan di era digital.

Pada saat ini layanan GPN (gerbang pembayaran nasional) dan SKNBI (sistem kliring nasional Bank Indonesia) merupakan infrastruktur yang mendukung sistem pembayaran ritel. Namun GPN hanya dapat melayani pembayaran lewat kartu debit.

Transfer rekening berbasis SKNBI juga belum sepenuhnya berjalan langsung (real-time) dan setiap saat (24/7). Ini membuat alat pembayaran berbasis transfer rekening seperti PISP dan AISP belum dapat dilakukan di Indonesia.

Untuk mengatasi berbagai masalah tersebut, Bank Indonesia berencana meningkatkan sistem pembayaran ritel nasional dengan meluncurkan BI-FAST. Perkenalan gelombang pertama telah dimulai pada pekan kedua Desember 2021, diikuti oleh 22 bank. Dalam BSPI 2025, sistem pembayaran ritel merupakan salah satu inisiatif pilar pembenahan sistem pembayaran nasional, selain Open Banking, Infrastruktur Pasar Keuangan, Data, dan Pengaturan Perizinan Pengawasan.

Baca Juga: Inilah Keuntungan Layanan Pemantauan Kualitas Air Limbah (SPARING)

BI-FAST merupakan infrastruktur yang memfasilitasi pembayaran ritel menggunakan berbagai instrumen dan kanal pembayaran secara real-time dan 24/7. BI-FAST memiliki karakteristik yang tidak dimiliki atau belum didukung sepenuhnya oleh SKNBI. Misalnya, nantinya transaksi akan mendukung proxy address untuk mendukung penggunaan nomor ponsel, alamat surat elektronik atau identitas lainnya sebagai pengganti informasi rekening. BI-FAST juga akan memiliki fitur deteksi fraud dan pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Pada tahap pertama, BI-FAST baru akan digunakan untuk mendukung transfer kredit individual. Untuk langkah berikutnya, BI-FAST juga akan mendukung metode transfer dana lainnya, seperti bulk credit, direct debit, dan request for payment.

Transfer rekening individual bisa dilakukan pemilik perorangan, tidak hanya untuk transaksi bisnis. Sementara itu bulk credit, direct debit dan request for payment lebih ditujukan untuk mendukung operasi bisnis. Dukungan ketiga metode transfer ini oleh BI-FAST diharapkan akan lebih meningkatkan operasi bisnis, dan memungkinkan inovasi alat pembayaran berbasis transfer rekening.

Pada akhirnya, BI-FAST diharapkan akan menjadi infrastruktur sistem pembayaran ritel yang dapat mengakomodasi berbagai cara pembayaran. Cara pembayaran yang didukung BI-FAST nantinya tidak hanya transfer rekening (kredit maupun debit), tetapi juga kartu dan uang elektronik. SKNBI nantinya akan tetap memproses layanan kliring, serta cek dan Bilyet Giro (cek/BG).

Lintasarta BI-FAST Connector

Agar dapat mendukung BI-FAST, bank perlu menyiapkan infrastruktur teknologi yang diperlukan. Dukungan terhadap BI-FAST akan memberi pelayanan lebih baik dan dengan demikian meningkatkan kepuasan nasabah. Namun di sisi lain, ini juga berarti belanja yang tidak sedikit untuk investasi infrastruktur.

Alternatif lain adalah bermitra dengan penyedia jasa seperti Lintasarta. BI-FAST Connector merupakan solusi Lintasarta untuk lembaga perbankan yang ingin terhubung dengan BI-FAST untuk meningkatkan sistem pembayaran ritel. Dengan BI-Fast Connector, bank dapat menawarkan metode pembayaran yang lebih andal dan lebih cepat kepada nasabah dan merchant.

Infrastruktur Lintasarta BI-FAST Connector tersebar di tiga Data Center milik Lintasarta untuk memastikan ketersediaan setiap waktu bagi para pelanggan. Solusi BI-FAST Connector Lintasarta juga dapat diintegrasikan dengan mudah dengan berbagai produk Lintasarta lainnya, seperti Metro Ethernet, VPN dan solusi keamanan siber (seperti WAF, perlindungan terhadap serangan DDoS, dan Next-Generation Firewall).

Lintasarta BI-FAST Connector tersedia dengan harga kompetitif dan didukung oleh layanan pelanggan yang tersedia 24/7. Untuk mengetahui lebih lanjut, silakan hubungi kami.

Tingkatkan Layanan Sistem Pembayaran Ritel dengan BI-FAST Connector

Masyarakat Indonesia sangat antusias dalam mengadopsi kegiatan ekonomi secara daring (online). Ini terlihat dari peningkatan ekonomi digital pada 2020 menurut catatan Bain & Company.

Pada tahun tersebut, sektor ekonomi digital naik 11% dibandingkan tahun sebelumnya. Bain mengestimasi ekonomi digital Indonesia akan tumbuh sampai US$124 miliar pada 2025.

Berita Lainnya

Layanan ‘one stop solution’ untuk perkembangan bisnis Anda!