Tren transaksi digital terus melesat di tengah pandemi Covid-19. Terbukti melalui catatan milik Bank Indonesia, terdapat lonjakan volume transaksi digital pada April 2021 sebesar 572,8 juta transaksi atau 60,27% secara year on year (YoY). Infobank mengatakan terdapat satu bank memiliki transaksi digital hingga mencapai 98,5%, yang 1,5% terjadi di cabang atau regional. Meskipun demikian, penggunaan teknologi digital di sektor perbankan sudah dimulai sejak beberapa tahun yang lalu. Namun, pandemi Covid-19 telah membantu bank di Indonesia untuk mempercepat proses digitalisasi.
Melihat tren yang meningkat, terminologi bank digital semakin tidak asing dan sering digunakan oleh banyak kalangan. Tetapi apakah bank digital sudah benar-benar ada di Indonesia? Simak penjelasan berikut untuk mengetahui lebih lanjut.
Persaingan bank dengan fintech semakin ketat
Pandemi Covid-19 memberikan dua dampak besar bagi sektor perbankan, yaitu perubahan perilaku masyarakat dalam bertransaksi, dan meningkatnya inovasi pelayanan digital yang disediakan oleh bank dan fintech.
Didasari hal di atas, inovasi-inovasi baru kerap bermunculan untuk menjaga eksistensi bisnis. Bank tidak lagi hanya melakukan inovasi pada produk, tetapi hingga ke inti bisnis. Tidak hanya industri perbankan, industri non-bank pun, seperti reksa dana, kini sudah menawarkan uang elektronik.
Baca juga: Digital Banking 101: Masa Depan Industri Perbankan di Indonesia
Tolak ukur kesuksesan sekarang pun berubah, yang semula adalah ukuran sebuah bisnis (size), kini menjadi kecepatan (fast). Sebagai contoh, organisasi yang cepat dan lincah menghadapi perubahan akan melaju lebih cepat jika dibandingkan perusahaan besar yang stagnan dan berpotensi bangkrut.
Bank kini dituntut untuk cepat dalam melayani nasabah, terutama dalam pemberian kredit. Ini membuat bank akan kalah jika tidak bisa memberikan dana kredit cepat layaknya fintech yang semakin menjamur di Indonesia.
Konsep bank digital di Indonesia
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mengawasi perkembangan yang ada terkait tren transaksi digital di Indonesia. Kepala Grup Inovasi Keuangan Digital OJK, Triyono Gani, pada acara Talkshow yang diadakan oleh Infobank dan Lintasarta (22/06) mengatakan konsep bank digital di Indonesia masih menjadi tanda tanya karena kita masih dalam proses perubahan atau transisi yang belum terlihat akan seperti apa nantinya. Oleh sebab itu, OJK masih menyesuaikan dengan perubahan yang ada.
Dengan kemudahan yang diberikan oleh bank-bank di Indonesia seperti membuka rekening tanpa ke bank berkat teknologi electronic Know Your Customer (e-KYC), ini bukanlah bank digital, melainkan hanya proses otomatisasi atau mengalihkan yang semula manual menjadi digital.
Baca juga: Pentingnya Tingkatkan Keterikatan Emosional Nasabah dengan Digital Banking
Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Bastian Muzbar Zams, menerangkan dari 5 visi blueprint sistem pembayaran Indonesia 2025, terdapat 5 inisiatif lagi yang diterjemahkan ke dalam beberapa deliverable dan salah satunya adalah Open API, yaitu mendukung digitalisasi perbankan dan menjadikan bank sebagai institusi utama ekonomi keuangan digital termasuk kerja sama antara bank dan fintech.
Bank Indonesia mengeluarkan 4 konsep bank digital, yaitu Omni Banking, Modular Banking, Open Banking, dan Smart Banking. Dengan standar Open API, ini menjadikan bank tetap dapat memimpin keuangan digital di Indonesia.
Tantangan digitalisasi bank
Melakukan digitalisasi tentunya tidak luput dari tantangan-tantangan yang datang dari eksternal maupun internal bisnis, khususnya di sektor perbankan. Tantangan ini adalah sebagai berikut:
- Pertama, sistem jaringan di Indonesia masih dalam proses tahap pengembangan, terutama di daerah terpencil. Namun, hambatan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain dengan geografis yang luas.
- Kedua, bank dengan modal inti kecil seperti Bank Pembangunan Daerah (BPD) atau bank buku 1, 2, dan 3 akan mengalami kesulitan karena bertransformasi dari sistem konvensional ke digital memerlukan investasi awal yang besar.
- Ketiga, dikatakan oleh Direktur Keuangan Bank Jateng, Dwi Agus Pramudya, kendala internal seperti pola pikir organisasi yang kaku akan sulit memahami proses digitalisasi yang serba mudah dan cepat.
Baca juga: Tantangan Bisnis Kartu Kredit untuk Bank Buku 2 dan 3
Triyono menambahkan, transformasi digital pada bank harus dilakukan secara menyeluruh. Faktanya, bank masih hanya melakukan migrasi dari tradisional ke digital atau juga disebut otomatisasi. Perubahan digital tidak bisa memindahkan seluruh sumber daya yang ada menjadi digital, melainkan harus membuat baru yang dimulai dari kecil dan diubah menjadi serba digital.
Kerja sama pengadaan teknologi dengan pihak ketiga
Alih daya atau outsourcing akan menjadi tren ke depan dalam pelaksanaan digitalisasi di sektor perbankan. Infrastruktur di Indonesia sudah semakin mendukung layanan digital, dibuktikan dengan jaringan telekomunikasi yang semakin luas berkat dukungan pemerintah agar jaringan Internet juga menjangkau daerah terluar, terpencil, terdalam (3T) di Indonesia.
OJK dan Bank Indonesia menyarankan bank-bank di Indonesia untuk bekerja sama dengan penyedia jasa teknologi dan fintech untuk menyeimbangkan inovasi dan stabilitas, sehingga bank tidak perlu mengerjakan semuanya sendiri. Manajemen outsourcing, risiko, dan perlindungan data perlu diutamakan ketika memilih vendor sebagai penyedia jasa teknologi maupun kerja sama lainnya.
Direktur Utama Lintasarta, Arya Damar, mengatakan perbankan dalam praktiknya dapat menawarkan layanan online yang andal demi melancarkan proses digitalisasi. Hal ini dapat diatasi dengan e-KYC yang memberikan peluang bagi pelanggan untuk membuka rekening bank tanpa harus mengunjungi kantor cabang. e-KYC juga dapat dimanfaatkan industri perbankan untuk pengajuan kredit online, pencairan dana pensiun, dan digital customer service.
Baca juga: Kartu Kredit, Kunci Partisipasi Bank dalam Ekonomi Digital
Tidak hanya itu, bank buku 2 dan 3 seperti BPD kini dapat menawarkan layanan kartu kredit mandiri tanpa harus mengandalkan bank induk. Lintasarta menyediakan solusi Third Party Card Management (TPCM) untuk pengembangan bisnis proses produk kartu kredit. Layanan ini terbilang lengkap dengan cakupan layanan aktivasi, transaksi, pembuatan tagihan, hingga pengawasan dari fraud.
Seluruh layanan Lintasarta sudah didukung dengan infrastruktur yang andal mulai dari Internet, Data Center, Cloud, Security, hingga teknisi yang tersertifikasi bertaraf internasional. Selama lebih dari tiga dekade, Lintasarta telah memberikan dukungan penuh terhadap peningkatan digitalisasi di Indonesia. Untuk itu, Lintasarta siap bersinergi dan berkolaborasi dengan pelaku industri lainnya. Hubungi kami untuk informasi lebih lanjut mengenai solusi-solusi andal dari Lintasarta.