Industri fintech di Indonesia kian hari kian memanas. Ini terjadi karena semakin maraknya perusahaan fintech, sehingga membuat banyak orang ingin mencoba manfaat dari teknologi terbaru di dunia finansial. Saat ini, cukup banyak jenis fintech yang ada di Indonesia. Sebut saja virtual wallet, aplikasi pengatur keuangan yang bisa digunakan untuk menabung, hingga peer-to-peer (P2P) lending. Untuk jenis yang terakhir, kehadirannya dapat membantu masyarakat Indonesia untuk memperoleh kebutuhan dana darurat secara cepat, sehingga bisa mendukung mereka di dalam urusan ekonomi. Pinjaman yang cepat ini tentunya sangat diminati.
Baca juga: 3 Infrastruktur Penting dalam Pembuatan Sistem Credit Scoring Perbankan
Kehadiran P2P lending yang awalnya bisa diterima dengan baik, di sisi lain juga menimbulkan masalah tersendiri dan cukup membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi sibuk. Ya, ketika banyak yang meminjam uang di P2P lending, tentu mereka harus mengembalikan dana yang sudah dipinjam secepat mungkin. Sayangnya, banyak peminjam yang tidak bisa mengembalikan dana tersebut, hingga masalah dengan debt collector meningkat dan menjadi ramai di media sosial maupun media massa. Mandegnya pembayaran ini awam disebut Non Performing Loan (NPL) alias kredit macet atau bermasalah. Permasalahan kredit macet ini tidak hanya muncul di dunia fintech saja, tapi juga di dunia perbankan. Angka NPL yang tinggi terus dirasakan setiap tahunnya. Padahal maksimal NPL hanya 5%, dan jika lebih dari itu maka bank tersebut berada dalam kondisi berbahaya Sebenarnya, ada beberapa hal yang mempengaruhi tingginya angka NPL di perbankan dan fintech di Indonesia. Apa saja itu? · Itikad baik dari peminjam Salah satu masalah utama dari tingginya NPL di dunia finansial Indonesia adalah tidak adanya itikad baik dari peminjam untuk mengembalikan dana pinjaman. Atau karena saat meminjam uang, si debitur tidak berpikir panjang tentang cara pengembalian dananya.
Baca juga: Jaminan Keamanan Lewat Private Cloud untuk Perbankan
· Kebijakan pemerintah/Bank Indonesia Masalah tingginya NPL tidak hanya dipengaruhi peminjam saja, tetap juga kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia. Ketika pemerintah melakukan berbagai kebijakan, maka dana perusahaan bisa dipakai untuk menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah. Begitu juga dengan peraturan dari Bank Indonesia. Kedua bagian ini bisa sangat mempengaruhi tingginya angka NPL. · Kondisi ekonomi Indonesia Perubahan perekonomian Indonesia bisa mempengaruhi angka NPL. Ketika kondisi ekonomi memburuk, besar kemungkinan berdampak buruk pada NPL. Masalah-masalah seperti inflasi dan kurs rupiah terhadap dolar menjadi dua hal yang sangat berdampak.
Baca juga: Manfaat Cyber Data Center untuk Bisnis Perbankan
Angka NPL yang tinggi memang sulit diredam jika tidak ada kesadaran dan usaha lebih dari pihak lain untuk membuat kredit bermasalah menjadi lebih rendah. Untuk itu, masyarakat perlu memahami bila dunia perbankan dan fintech, khususnya P2P lending, bukan saja sebagai jalan keluar yang cepat tapi mereka harus bertanggung jawab dengan penyelesaian peminjaman. Komitmen dan itikad baik harus ditanam di dalam diri setiap peminjam agar kondisi perekonomian Indonesia tetap sehat. Ingin tahu solusi dari Lintasarta untuk dunia perbankan? Anda bisa hubungi kami di sini.