Ketika suatu perusahaan memindahkan aplikasinya ke layanan Cloud Computing (Komputasi Awan), pilihan yang sering diambil adalah memanfaatkan proses virtualisasi. Dengan memanfaatkan mesin virtual (Virtual Machine atau VM), pengelola sistem dapat memindahkan infrastrukturnya dari Data Center on-premise ke layanan Cloud Computing melalui model IaaS (Infrastructure as a Service), dengan mudah dan cepat.
Namun, virtualisasi bukan satu-satunya cara untuk menjalankan aplikasi di Cloud Computing. Alternatif lain yang mulai mendominasi adalah kontainerisasi, yang disebut Accenture sebagai salah satu tren Cloud Computing pada tahun 2021. Pada kontainer, aplikasi dikemas cukup dengan perangkat lunak pustaka (library) yang diperlukan, tanpa harus menyertakan perangkat virtual dengan sistem operasinya.
Baca juga: Bagaimana Cloud Computing Dapat Mendorong Adopsi Teknologi AI di Perusahaan?
Kontainerisasi sebelumnya sudah diramalkan akan menjadi pilihan banyak perusahaan terkemuka di seluruh dunia. Sebuah survei yang diadakan tahun 2019 oleh lembaga periset pasar Market Cube menyebutkan bahwa 87% responden sudah menjalankan teknologi kontainer. Dari organisasi yang menggunakan teknologi kontainer, 90% menjalankannya di tahap produksi.
Gartner memprediksikan bahwa 75% perusahaan global akan menjalankan lebih dari dua aplikasi dalam kontainer pada tahun 2023 mendatang. Bandingkan dengan statistik pada tahun 2020 lalu, saat hanya 30% perusahaan global yang memanfaatkan kontainer.
Kekurangan mesin virtual di Cloud Computing
Dalam banyak kasus, virtualisasi untuk menjalankan aplikasi bisnis masih dapat dijadikan pilihan. Administrator sistem dapat tetap mengatur infrastrukturnya seperti pada perangkat on-premise tanpa harus melakukan banyak penyesuaian. Perbedaannya, perusahaan tidak lagi perlu membeli, mengelola, dan memelihara sumber daya fisik, seperti server, storage, dan perangkat jaringan. Perusahaan juga tidak perlu memikirkan infrastruktur pendukung seperti listrik, pendingin, dan pengamanan fisik.
Terdapat kemungkinan lain yaitu perusahaan sebelumnya bahkan sudah mendayagunakan teknologi virtualisasi di infrastruktur on-premise. Virtualisasi bisa dilakukan dengan alasan efisiensi dan pemanfaatan sumber daya perangkat keras yang lebih baik di Data Center perusahaan. Dalam hal ini, relatif mudah untuk memindahkan mesin virtual yang sudah ada ke layanan Cloud, dan meraih manfaat lain yang disediakan oleh lingkungan Cloud Computing.
Namun, pemanfaatan layanan Cloud Computing seperti ini punya masalah sendiri. Pengelola sistem mungkin tidak lagi harus berurusan dengan aspek fisik infrastruktur, tetapi tetap harus memelihara aspek lain, seperti sistem operasi, perangkat lunak lainnya, serta keamanan.
Sistem operasi dan perangkat lunak lainnya ini juga turut memakan sumber daya prosesor, memori, dan penyimpanan data yang disediakan layanan Cloud Computing. Bila perusahaan menjalankan banyak mesin virtual untuk aplikasi yang berbeda-beda, akan terjadi pemborosan sumber daya.
Memaksimalkan kelebihan kontainer
Buat perusahaan, penggunaan kontainer di layanan Cloud Computing menawarkan serangkaian keuntungan, dibandingkan penggunaan layanan IaaS klasik yang didasarkan pada virtualisasi.
Baca juga: Memecahkan Masalah Hybrid Cloud dengan SD-WAN
Karena satu kontainer hanya terdiri dari aplikasi dan perangkat lunak pustaka (library) pendukung, kontainer lebih efisien dalam konsumsi sumber daya prosesor dan memori dibandingkan mesin virtual. Peluncuran aplikasi dari kontainer juga bisa lebih cepat (lebih dari 10 kali lipat), dalam hitungan detik. Ukuran kontainer yang hanya puluhan megabyte memungkinkan peluncuran banyak aplikasi dalam suatu waktu dengan konsumsi sumber daya yang minim.
Kontainer juga portabel, dapat dijalankan dan dipindahkan pada berbagai macam layanan Cloud (public atau private), atau juga pada instalasi on premise bila diperlukan.
Namun, agar perusahaan dapat sepenuhnya meraup manfaat teknologi kontainer, perusahaan perlu merangkul paradigma baru dalam pengembangan aplikasi. Kontainer adalah pondasi dari paradigma DevOps, yang memadukan divisi pengembangan (development atau dev) dan operasional (operation atau ops).
Karena suatu kontainer dapat diluncurkan dan dihapus dalam hitungan milidetik, teknologi ini cocok untuk metode pengembangan aplikasi dengan integrasi dan pengerahan kontinu/terus menerus (continuous integration/continuous deployment). Dalam model ini, pengembang mengemas aplikasi versi terbarunya dalam kontainer, yang kemudian bisa di-deploy ke tahap produksi setelah lulus uji terotomatisasi (automated testing). Apabila terjadi permasalahan, sangat mudah untuk menghapus kontainer baru ini dan kembali ke kontainer versi lama.
Namun untuk mengelola kontainer ini tidak mudah, dikarenakan membutuhkan sumber daya dengan keterampilan dan jam terbang yang memenuhi sehingga kondisi operation tetap dan selalu prima. Oleh karena itu, Lintasarta menyediakan layanan Managed Cloud Services untuk mengatur dan mengelola aplikasi dalam bentuk kontainer orkestrasi.
Baca juga: Semakin banyak di adopsi, apa saja jenis layanan Cloud Computing?
Bekerja sama dengan Red Hat OpenShift, layanan Container as a Service dari Lintasarta memungkinkan perusahaan Anda untuk mengemas dan meluncurkan aplikasi bisnis dalam bentuk kontainer secara agile dan scalable. Dengan layanan ini, Anda dapat menambahkan fitur dan meluncurkan versi terbaru aplikasi Anda ke publik, dengan cepat dan efisien. Bisnis Anda dapat lebih lincah dan kompetitif karena dapat lebih cepat meningkatkan layanan dan menawarkan produk terkini.
Untuk mengetahui lebih lanjut, silakan hubungi kami.