Istilah startup mungkin sudah tidak lagi asing didengar oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya di kalangan generasi milenial. Startup adalah bisnis atau perusahaan yang baru dirintis dan umumnya masih dalam tahap pengembangan. OJK menyatakan terdapat 2.100 startup di Indonesia hingga September 2021. Namun sayangnya, beberapa bisnis rintisan atau startup yang kini sudah menjadi unicorn ternyata dimiliki oleh investor asing.
Mengutip dari katadata, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, BUMN akan bantu pendanaan startup buatan anak bangsa yang beroperasi di Indonesia dan nanti akan melandai di Bursa Efek Indonesia, bukan luar negeri. Inisiatif BUMN diawali dengan rasa kekecewaan karena sebagian unicorn yang ada di Indonesia malah dimiliki oleh investor WNA, bukan WNI. Erick mengatakan, pendanaan ini akan dimulai oleh Bapak Presiden Joko Widodo pada minggu kedua Desember 2021.
Baca juga: Cara Memajukan Bisnis Kecil dan Menengah dengan Teknologi Cloud
Membangun startup berbasis digital memang terkesan sulit dan penuh tantangan, apalagi jika dimulai dengan modal yang tidak banyak. Meskipun tidak gampang, bukan berarti tidak bisa dilakukan oleh siapa saja. Bagaimana cara membangun startup berbasis digital? Simak penjelasan lengkap berikut ini.
Membangun Startup Digital
Penting untuk dipahami sebelum membangun sebuah startup, pendiri harus mengetahui masalah dan pangsa pasar yang ingin disasar. Tidak hanya itu, pendiri harus benar-benar menyukai bidang yang memang akan dijalankan ke depannya. Penggiat digital, investor sekaligus pendiri Bubu.com, Shinta Witoyo Dhanuwardoyo, mengatakan selain produk atau layanan yang inovatif dan validasi ide bisnis, memiliki tim yang kompak juga merupakan hal penting dan dapat menjadi daya tarik untuk investor mendanai startup, khususnya angel investor. Startup juga sudah harus mengarah ke digital untuk meningkatkan daya saing. Hal ini disampaikan Shinta pada kegiatan webinar yang diselenggarakan oleh Lintasarta Cloudeka dengan judul “How to Build a Successful Startup Business” pada Rabu, 27 Oktober 2021.
Baca juga: Mata Kuliah Startup Digital, Apa Itu dan Bagaimana penerapannya?
Ginandjar, Lintasarta Marketing and Solution Director, membenarkan hal tersebut. Transformasi digital bukan baru saja dimulai karena pandemi, tetapi sudah cukup lama. Namun dengan semakin berkembangnya teknologi saat ini membuat transformasi digital semakin kuat sehingga banyak perusahaan yang berlomba-lomba mengeluarkan solusi-solusi baru yang dulu tidak pernah terpikirkan. Seperti Artificial Intelligence yang mempermudah analisis informasi data bisnis. Kemudian, Blockchain yang membantu banyak hal seperti cryptocurrency yang sedang naik daun.
Pengelolaan Data dan Infrastruktur IT
Transformasi digital tentunya tidak luput dari penggunaan teknologi-tekonologi mutakhir seperti salah satunya adalah Cloud. Kaitannya dalam membangun startup berbasis digital, adalah untuk mempersiapkan sistem backend yang mengatur data. Pendiri startup juga harus gesit dalam mengadopsi perubahan-perubahan perilaku dan teknologi agar dapat bersaing dengan kompetitor.
Menciptakan sistem backend yang canggih memang mengharuskan pendiri untuk merogoh kocek dalam-dalam. Seperti membangun server yang tidak mudah dan murah, hingga mempersiapkan personel IT seperti programmers, engineers, dan data analyst yang semakin sedikit di Indonesia. Shinta menyebutkan, Indonesia sedang mengalami kekurangan personel IT yang secara statistik hanya ada 9 juta orang. Namun, semua ini dapat diatasi dengan bekerja sama atau berkolaborasi dengan pihak ketiga, khususnya dalam pengelolaan data dan Cloud ketimbang bangun server sendiri.
Bangun Server Sendiri atau Sewa Cloud? Belajar dari Kesalahan Mantan Pendiri Startup
Di kegiatan yang sama, Shinta menceritakan salah satu startup digital asal Surabaya (Catfiz) yang didanainya mengalami kebangkrutan setelah salah mengambil strategi. Padahal, startup digital ini sudah memiliki belasan juta pengguna dari 50 negara. Menurut Shinta, mereka membangun ratusan server demi keamanan data ketimbang menyewa Cloud. Ini tentunya tidak efektif dan efisien, apalagi jika ada pengguna baru yang mengharuskan mereka menambah server.
Baca juga: Bagaimana Cara SMB dan Startup Atasi Serangan Siber?
Hal-hal seperti ini sudah seharusnya dikalkukasi dari awal, apalagi sudah banyak penyedia jasa Cloud yang memiliki keamanan canggih sehingga tidak perlu lagi memusingkan keamanan data. Dengan demikian, startup harus menggunakan Cloud agar dapat tumbuh lebih efektif dan efisien (time to scale), sehingga anggaran pun tidak membludak di awal. Shinta menambahkan, para investor juga ingin melihat perencanaan dan penggunaan biaya hingga ke depan. Dengan demikian, untuk beberapa hal seperti Cloud, startup lebih baik bekerja sama dengan pihak ketiga agar tidak harus memusingkan biaya dan sumber daya.
Ginandjar menyebutkan pembangunan server sendiri memang sangat mahal dan tidak bisa dibeli dengan skala yang kecil-kecil. Tidak hanya itu, keterbatasan anggaran juga akan membatasi pergerakan dalam berinovasi. Dengan demikian, banyak sekali penyedia jasa yang menawarkan layanan bagi startup dan perusahaan besar untuk menyerahkan pengoperasian atau managed service kepada pihak ketiga, seperti penyedia jasa Cloud.
Solusi Cloud untuk Startup, mana yang cocok?
Komputasi Awan atau yang lebih sering disebut Cloud tidak hanya berfungsi sebagai sarana dalam penyimpanan data secara daring. Cloud adalah proses pengolahan sistem daya komputasi dengan bantuan jaringan Internet yang menghubungkan antara satu perangkat komputer dengan komputer lain di waktu yang bersamaan. Pada pratiknya, Cloud sudah digunakan banyak perusahaan maupun individu untuk mempermudah proses bisnis atau bekerja.
Dari berbagai jenis layanan Cloud yang ada, startup sangat cocok untuk menggunakan Public Cloud, Object Storage, dan Container as a Service (CaaS). Public Cloud adalah layanan minimalis seperti satu Virtual Machine (VM) yang nantinya dapat dikembangkan mengikuti perkembangan dan karakteristik aplikasi. Dengan menggunakan Cloud, ini dapat membantu startup dalam mempersiapkan solusi-solusi, terutama di tahun pertama atau kedua yang masih menelaah pergerakan skema bisnis.
Cloudeka, layanan Cloud milik Lintasarta, sudah 10 tahun membantu perusahaan dengan menyediakan layanan Cloud yang flexible, agile, scalable, dan cost-efficient, mulai dari infrastruktur dan operasional. Dalam kaitannya dengan startup, Cloudeka memiliki pilihan layanan yang bisa dipilih seperti Deka Flexi (Public Cloud, VM dengan openstack), Deka Box (Object Storage, penyimpanan data tidak berstruktur), dan Deka harbor (Berbasis kontainer dengan Kubernetes).
Dari banyak perbedaan yang ada dengan penyedia jasa Cloud lain, Cloudeka sangat fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan startup dan skema sistem pembayaran pay-as-you-grow. Tidak hanya itu, Cloudeka didukung oleh beberapa solusi lain dari Lintasarta seperti Internet dan sistem keamanan (Security) yang andal seperti Next-Gen Firewall (NGFW), Load Balancer (LB), dan Web Application Firewall (WAF), sehingga bisa digabungkan menjadi satu paket dan tidak ada hidden cost atau biaya tambahan lain.
Hingga Desember 2021, Cloudeka menawarkan promo BCL (Bonus Cloud Lebay), yaitu potongan harga Public Cloud mulai dari Rp75.000,00 dan PCR (Promo Cuan Reseller) atau promo khusus reseller dengan potongan 55% untuk sistem jual kembali. Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut mengenai layanan-layanan Cloud dari Cloudeka dan promo-promo menarik lainnya, silakan hubungi kami.