Memimpin direktorat paling penting di Lintasarta sekaligus menjadi bagian paling jarang terlihat di publik tentu bukanlah pekerjaan mudah. Jika tidak disikapi secara bijak, akan membuat mental bagian tersebut tidak positif. Situasi itu disadari betul oleh Bambang Priantono Direktur Network dan Operasi Lintasarta. “Makanya, Saya sudah kasih tahu ke jajaran agar rame ing gawe, sepi ing pamrih alias ikhlas,” katanya. Lelaki yang sejak 2008 menduduki jabatan itu juga sadar, karena ini adalah sebuah bisnis, tentu saja reward diberikan kepada jajarannya jika memenuhi target. Selain itu, doktor lulusan Universitas Indonesia ini terus mengingatkan betapa pentingnya bagian support and back office yang dipimpinnya. Bambang menyebut bagiannya ini adalah core atau jantung untuk bisa memberikan darah agar bagian marketing bisa berjualan. Kalau bagian back office bekerja dengan baik, maka customer akan merasakan kemudahan dalam menjalankan bisnisnya. Sementara kalau bagian back office tidak bekerja dengan baik, makan kerugian besar akan dirasakan customer. “Kita ini diam-diam berkontribusi kepada kelancaran dan perkembangan bisnis customer, make our customer easier to do business. Kalau itu bisa kita lakukan, kita akan dapat manfaat, pelanggan lebih banyak,” tuturnya. Pecinta diving ini juga terus mengingatkan jajarannya bahwa ada banyak kehidupan yang bergantung pada kerja mereka. Orang-orang yang menggantungkan hidupnya dari usaha yang dijalankan customer, juga hidup orang-orang yang bergantung pada setiap anggota dari direktoratnya. Lulusan Teknik Elektro ITB tahun 1986 juga mengingatkan jajarannya untuk terus meningkatkan kompetensi. Meningkatkan kompetensi ini bukan sekadar agar bisa mengambil jika ada tawaran yang lebih baik. Pasalnya, adalah hal biasa orang keluar masuk dalam sebuah perusahaan. “Tetapi yang lebih penting dari terus meningkatkan kompetensi adalah kita bekerja dengan dignity,” paparnya. Bambang menyebut, meningkatnya kompetensi ini punya arti penting karena akan meningkatkan kualitas layanan terhadap customer dan kualitas produk yang dihasilkan. Dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, tegas Bambang, bukan menjadi tanggung jawab bagian customer service. Bagian ini hanya berfungsi sebagai koordinator saja dalam memberikan layanan kepada pelanggan. “Setiap bagian di Lintasarta itu berkontribusi dalam memberikan kepuasan kepada pelanggan,” tuturnya. Responsif dan Proaktif Bambang lalu menjelaskan, ada banyak titik di mana Lintasarta bersentuhan dengan customer. Secara sederhana, titik persentuhan itu sejak awal proses akan menjadi pelanggan hingga menjadi pelanggan. Semua harus bertujuan untuk memberikan kepuasan kepada customer. Khusus untuk direktoratnya, itu disebut sebagai service delivery. Tahapan ini dimulai sejak survei, conditioning, pemakaian, perbaikan terhadap gangguan atau kerusakan, perawatan hingga memberikan solusi atau alternatif agar bisnis customer tumbuh dan berkembang. Prinsip utama dalam memberikan layanan kepada customer adalah responsif dan proaktif. Bagi direktoratnya, ini adalah hal penting. “Kalau tidak ada gangguan, bagian kita sering dianggap tidak ada, kalau ada gangguan, kita dinilai tidak bekerja baik,” ujarnya lalu tersenyum. Responsif, terang pecinta olahraga sepeda ini adalah harus cepat dan akurat jika ada gangguan, sehingga jangan sampai menggangu usaha customer. Lintasarta memiliki standar untuk itu yang disebut Mean Time to Restore (MTTR). Ini adalah waktu yang diperlukan untuk melakukan perbaikan sesuai dengan pembagian zona yang ada di Lintasarta. MTTR ini tentu harus realistis, dan umumnya para pelanggan menyadari atas hal itu. “Perbaikan di Jakarta tentu beda dengan di Nias. Di Jakarta MTTR kita adalah 2 jam. Sementara di Nias 24 jam,” jelasnya. Proses ini terbantu dengan apa yang disebut sebagai network operation center, yaitu semacam alarm yang memberitahukan di mana jaringan yang mengalami gangguan. Umumnya, sebelum para pelanggan mengeluh jaringannya turun atau rusak, pihak Lintasarta sudah melakukan perbaikan. “Standar kita saat ini adalah 91% semua kerusakan bisa diperbaiki dalam MTTR,” tegasnya. Sementara pro aktif adalah Lintasarta melakukan apa yang disebut premaintenance yaitu melakukan perawatan dengan pengecekan lebih awal. Jika sesuatu meski belum rusak, tetapi sudah mengalami penurunan, akan diganti. “Tentu ini akan mengakibatkan cost. Kita buat cost itu value for customer dan value for money,” tegasnya. Value for money itu, sebut Bambang juga prinsip penting dalam memberikan produk kepada customer. Produk yang baik, lanjutnya adalah yang memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan sekaligus. Tetapi sudah menjadi rahasia umum pelanggan meminta kualitas bagus dengan harga murah. “ Kita harus mendidik pelanggan. you give peanut you get monkey. Cuman harga itu dijamin tidak berlebihan, appropriate,” paparnya. Value for money itu, ungkap Bambang adalah dengan harga yang lebih mahal, customer bisa mendapatkan manfaat besar dari produk Lintasarta, mungkin bisa hingga 3-4 kali lipat lebih besar dari harga yang separuh lebih murah. Untuk menghasilkan produk terbaik, Bambang menyebut Lintasarta harus mendapatkan orang-orang terbaik dan menghargainya dengan pas. Orang-orang terbaik itu lalu akan mencari keunggukan utama state of the art dari teknologi yang terkini. Hal yang terbaik dari masing-masing teknologi itu kemudian dikumpulkan dan dikembangkan hingga menjadi produk yang berkualitas. Bambang yakin, jika semua hal itu dilakukan terus menerus oleh Lintasarta sembari terus melakukan evaluasi dan perbaikan, maka perusahaan yang akan berulang tahun ke-25 ini akan mendapatkan penghargaan yang terbesar. “Pelanggan lama tetap memakai kami, atau menambah volumenya, atau melakukan repeat order, sementara itu kita juga terus mendapatkan pelanggan baru, itu sudah menjadi penghargaan yang luar biasa bagi kami.”
|
Lintasarta