Saat ini, lembaga keuangan konvensional menghadapi tantangan dari berbagai perusahaan startup dan perusahaan nonkonvensional. Layanan pembayaran, asuransi, investasi, dan peminjaman tidak lagi harus diakses dengan cara konvensional, tetapi bisa dilakukan lewat perusahaan yang lebih dikenal sebagai penyedia layanan e-commerce, transportasi daring (online), atau agen perjalanan.
Baca juga: Ini Keuntungan jika Anda Memilih Managed Security Operation Center
Berbagai perusahaan Fintech juga mendayagunakan teknologi digital untuk menciptakan produk baru seperti peer-to-peer lending, yang digunakan untuk menjangkau pelanggan yang selama ini belum dibidik oleh lembaga perbankan konvensional. Para disruptor baru ini menawarkan pengalaman yang lebih baik untuk pelanggan, serta kemudahan dan kenyamanan dengan harga yang lebih terjangkau. Untuk menghadapi persaingan ini, lembaga perbankan, terutama yang melayani perorangan dan ritel, harus mulai mengadopsi teknologi digital. Di Asia Tenggara, Bain & Company dalam laporan e-Conomy SEA 2019 menyarankan layanan digital untuk menjangkau orang-orang yang belum optimal dilayani oleh perbankan (underbanked). Survei dari Deloitte pada 2018 menunjukkan, sebagian besar nasabah Indonesia (47% persen) adalah online embracers, yang lebih menyukai transaksi lewat kanal online dan mobile. Sementara itu, 18% di antaranya adalah digital adventurers, yang lebih nyaman melakukan transaksi di ponsel. Data ini secara tidak langsung telah menunjukkan bahwa mayoritas nasabah di Indonesia sudah mengadopsi teknologi digital dalam melakukan aktivitas perbankan.
Mobile banking
Pada 2020, pengguna ponsel pintar di Indonesia diproyeksikan mencapai 81,87 juta (Statista), atau sekitar 30% penduduk Indonesia. Survei APJII pun pada 2018 menyebutkan bahwa hampir semua pengguna Internet di Indonesia (93,9%) mengakses internet dari ponsel. Tidak mengherankan bila sebagian besar lembaga perbankan Indonesia (86%) menempatkan mobile banking sebagai bagian penting dari strategi digitalnya. Secara global, mobile banking dan online banking merupakan kanal layanan yang paling sering diakses oleh nasabah (Deloitte, 2018). Buat nasabah, mobile banking sering merupakan cara yang lebih mudah dan cepat untuk melakukan berbagai aktivitas seperti cek saldo, transfer dan pembayaran. Semuanya dapat dilakukan kapan pun dan di mana pun, tanpa harus tergantung kepada mesin ATM atau kantor cabang.
Baca juga: Inilah Keuntungan Managed Service untuk Anggaran IT Perusahaan
Sementara itu, buat bank, adopsi mobile banking oleh nasabah dapat mengurangi biaya operasional. Karena banyak aktivitas perbankan dapat dilakukan secara online, bank dapat melayani nasabah tanpa harus membangun kantor cabang tambahan. Aplikasi ponsel juga bisa digunakan untuk menjaring nasabah baru lewat prosedur E-KYC.
E-KYC
Proses Know Your Customer (KYC) adalah prosedur standar yang harus dilakukan lembaga keuangan dan perbankan untuk nasabah baru. Selama ini proses KYC mengharuskan calon nasabah untuk datang ke kantor cabang. Hal tersebut akan mempersulit calon nasabah yang harus meluangkan waktunya untuk datang ke kantor cabang. Lembaga perbankan harus membuka kantor cabang baru untuk lebih mudah menjangkau dan memperluas calon nasabah. Padahal biaya membuka kantor cabang ini tidak murah dan menambah biaya operasional. Teknologi seperti E-KYC mempermudah akuisisi nasabah dan proses Know Your Customer. Proses pendaftaran rekening baru bisa dilakukan dari aplikasi ponsel. Pengambilan data dari dokumen bisa dipercepat oleh teknologi pengenalan karakter optik (OCR), dan interaksi dengan customer service dapat dilakukan lewat telepon video.
DevOps
Salah satu tantangan yang dihadapi sejumlah perusahaan, tidak hanya perbankan, adalah bagaimana mengembangkan produk digital dengan cepat dan responsif terhadap tuntutan pelanggan. Perusahaan harus dapat menambahkan fitur baru dengan waktu singkat, tanpa mengorbankan kualitas dan keamanan produk. Industri perbankan dapat mengadopsi pendekatan DevOps, untuk mempersingkat time to market. Tata Consulting Services melaporkan studi kasus adopsi DevOps pada sebuah bank internasional, yang mampu memotong selang waktu dari awal pengembangan produk sampai ke tangan nasabah, dari 12-15 bulan menjadi 6 bulan. Setelah diluncurkan, pembaruan dan penambahan fitur dilakukan dalam hitungan hari (9-12 hari), dibandingkan 6 bulan menggunakan pendekatan sebelumnya.
Artificial Intelligence (AI)
Artificial Intelligence (kecerdasan buatan) dapat digunakan untuk meningkatkan pengalaman pengguna. Salah satu penerapan AI yang mulai dijajaki oleh berbagai perusahaan adalah chatbot. Chatbot dapat meningkatkan kualitas layanan pelanggan dalam berbagai cara, yaitu:
- Pertama, chatbot tersedia setiap saat (24/7).
- Selain itu chatbot juga dapat mempercepat tanggapan dan resolusi masalah yang dihadapi pelanggan
AI juga dapat dilakukan untuk proses internal yang tidak langsung berhadapan dengan pelanggan. Lembaga perbankan dapat menggunakan analytics yang didasari oleh AI untuk lebih memahami lebih baik kebutuhan dan preferensi nasabah. Sebagai contoh, perusahaan pembiayaan yang memberi pinjaman dapat memanfaatkan analytics untuk membedakan pendekatan yang harus diambil untuk pelanggan berisiko tinggi dan rendah ketika menghadapi tagihan yang macet.
Baca juga: Ini Keunggulan SD-WAN Dibandingkan Traditional WAN
Lintasarta menyediakan berbagai solusi teknologi yang dapat dimanfaatkan oleh industri keuangan dan perbankan untuk menyukseskan eksekusi strategi digitalnya. Lintasarta E-KYC mempermudah lembaga perbankan yang ingin menjangkau lebih banyak calon nasabah. Customer Like Me merupakan peralatan marketing berbasis Artificial Intelligence yang mempermudah lembaga perbankan untuk memahami nasabah lebih baik, dan bisa memasarkan produk yang lebih tepat. Bila Anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang solusi yang ditawarkan Lintasarta, hubungi kami di sini.