Semakin banyak perusahaan menerapkan AI (Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan) atau berencana menerapkannya. Pada 2019 Gartner menyebutkan, 14% CIO (Chief Information Officer) yang disurvei telah menerapkan AI, dan 48% berencana atau sudah menerapkannya pada 2020.
McKinsey menyebutkan adopsi teknologi AI paling banyak dipelopori oleh sektor telko, teknologi tinggi, dan layanan keuangan. Didefinisikan sebagai teknologi yang dapat menirukan perilaku cerdas manusia, AI memiliki potensi untuk mentransformasi bisnis secara menyeluruh, dan meningkatkan keunggulan kompetitifnya dibandingkan perusahaan pesaing.
Baca juga: Teknologi AI: Tren Pendorong Transformasi Bisnis Tahun 2020
Menurut McKinsey (survei 2018), fungsi bisnis yang paling banyak mendapat manfaat dari AI adalah manufaktur dan pengelolaan risiko. Pada 2020, teknologi AI seperti ML (Machine Learning, pembelajaran mesin) dan NLP (Natural Language Processing, atau pengolahan bahasa alamiah) akan mempercepat lebih lanjut proses otomasi di dalam perusahaan.
AI juga merupakan teknologi kunci dalam berbagai perangkat otonom, yang bisa digunakan mulai dari transportasi sampai pertanian. Adopsi AI dalam perusahaan tidak selalu berjalan mulus karena berbagai kendala. Beberapa kesulitan yang mungkin ditemukan yaitu pertama: ketidakmampuan perumusan permasalahan bisnis yang hendak dipecahkan; Kedua, investasi awal yang terlalu mahal dan berisiko; Ketiga, tidak adanya kepakaran dan sumber daya manusia yang memadai .
Perumusan masalah bisnis
Meskipun banyak perusahaan yang tertarik mengadopsi AI, tetapi banyak yang terhalang karena mereka belum bisa menjelaskan permasalahan bisnis yang harus dipecahkan. Akibatnya, mereka tidak dapat menentukan bagian perusahaan yang seharusnya mendapatkan investasi AI.
Organisasi harus sudah memiliki strategi sebelum mengadopsi AI, dengan sasaran dan manfaat yang diinginkan yang jelas dan terukur. Agar investasi dalam Artificial Intelligence lebih tepat guna, perusahaan harus mengidentifikasi masalah bisnis apa saja yang cocok untuk dipecahkan dengan bantuan AI. Untuk membantu perumusan masalah ini, PwC menyarankan agar perusahaan memperhatikan tiga hal, sebagai berikut:.
- Pertama, perusahaan bisa mengidentifikasi bagian mana dari bisnisnya yang memperoleh pendapatan besar, namun dengan margin yang tidak memuaskan.
- Kedua, pekerjaan apa saja yang tidak disukai karyawan dan berpotensi untuk diotomatisasi.
- Ketiga, karyawan mungkin sering melakukan kesalahan ketika melakukan beberapa jenis pekerjaan. Kesalahan ini bisa dikurangi dengan menyerahkan tugasnya pada mesin, atau melakukan otomatisasi.
Dengan mengeksplorasi berbagai pertanyaan ini, perusahaan bisa merumuskan masalah dan menentukan tempat penerapan AI yang lebih berdampak bagi bisnisnya.
Investasi awal Artificial Intelligence yang tidak murah
Seperti banyak teknologi lainnya, Artificial Intelligence akan memerlukan investasi mahal. Ini tentunya berisiko bila perusahaan sendiri masih dalam tahap eksplorasi dan belum dapat menentukan prioritas permasalahan bisnis mana yang hendak dipecahkan, atau bagaimana AI bisa membantu mendapatkan keunggulan kompetitif.
Baca juga: Kebutuhan Teknologi yang Harus Dipersiapkan Saat Masuk ke Industri Manufaktur
Deloitte dalam laporan State of the AI in the Enterprise (2018) menyebutkan skenario adopsi yang menarik: banyak perusahaan memperoleh kemampuan teknologi kognitif dari perangkat lunak enterprise yang digunakannya. Ini bisa membantu perusahaan untuk mendapat gambaran di mana saja AI paling cocok untuk diterapkan. Namun, tentunya ini tidak cukup bila perusahaan ingin mengembangkan sendiri solusi AI yang khas untuk organisasinya.
Cloud dapat membantu perusahaan yang ingin membangun solusi AI agar lebih cepat dan terjangkau. Dengan layanan Cloud, perusahaan dapat mengakses sumber daya komputasi dan penyimpanan data yang efektif tanpa belanja modal terlalu besar. Terkhusus untuk pengembangan AI-Machine Learning yang memerlukan proses pembelajaran dari data historis yang banyak, penggunaan GPU (Graphic Processing Unit) dapat menjadi opsi yang lebih efisien secara waktu dan biaya karena memungkinkan adanya komputasi paralel. Contohnya, GPU mempercepat proses speech, video maupunlanguage inference hingga 36 kali lebih cepat ketimbang penggunaan CPU (Central Processing Unit).
Keterampilan
Keterampilan dan sumber daya manusia merupakan masalah yang paling sering disebut. Kurangnya sumber daya mumpuni dan tenaga profesional yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan perubahan organisasi dan infrastruktur dapat menghambat rencana. Salah satu penyebab kelangkaan ini adalah karena cukup lama AI hanya menjadi subjek penelitian akademik dan tidak terpakai di industri. Hanya baru-baru ini saja kepakaran AI jadi laris dan dicari-cari oleh berbagai perusahaan.
Lembaga pendidikan, terutama perguruan tinggi, sudah mulai beradaptasi. Tetapi ini masih perlu waktu buat lembaga pendidikan bisa menghasilkan lebih banyak tenaga kerja yang terlatih dan berpengetahuan dalam bidang kecerdasan buatan, terutama di Indonesia. Karena akan sulit jika melakukan perekrutan sendiri, perusahaan bisa melakukan pelatihan terhadap karyawan yang sudah ada, baik dengan memanfaatkan kepakaran yang sudah ada dalam organisasi, maupun mengundang tenaga dari luar organisasi.
Perusahaan juga bisa memberi insentif kepada karyawan agar bisa meningkatkan keterampilan yang diperlukan untuk implementasi AI. Bila memungkinkan, perusahaan bisa mempertimbangkan untuk membeli layanan yang telah dikembangkan oleh penyedia solusi AI-ML lainnya, atau mengalihdayakan keperluan bisnis terkait AI kepada perusahaan yang berspesialisasi di dalam bidang ini. Dalam beberapa kasus, ada perusahaan yang melakukan akuisisi untuk memperoleh kepakaran dalam AI.
Baca juga: 5 Teknologi Murah yang Sudah Dapat Diadopsi
Beberapa penyedia Cloud mulai menyediakan infrastruktur pendukung yang bisa membantu perusahaan untuk mulai mengembangkan atau mengadopsi teknologi ini. Dengan layanan GPU as a Service yang ditawarkan oleh Lintasarta Cloudeka, suatu bisnis bisa menciptakan aplikasi yang mendayagunakan Artificial Intelligence tanpa harus memiliki infrastruktur dan personel untuk pengelolaan dan pemeliharaannya.
Akhirnya, perusahaan dapat lebih fokus menciptakan aplikasi yang memecahkan masalah bisnis yang dihadapinya. Di samping itu, Lintasarta menyediakan berbagai solusi yang bisa mempermudah Anda mengadopsi teknologi AI-ML, seperti Cloud dan Managed Service IT Operation yang dapat mendukung pengembangan teknologi lainnya baik yang berbasis AI-ML maupun tidak. Untuk mengetahui lebih lanjut, silahkan hubungi kami.