Sedia payung sebelum hujan. Peribahasa tersebut sepertinya paling tepat menggambarkan fungsi dari disaster recovery. Tidak ada yang bisa memprediksi kapan suatu bencana bisa terjadi, entah itu fenomena alam seperti banjir dan gempa bumi atau yang disebabkan oleh kelalaian manusia seperti kebocoran pipa gas dan kebakaran. Apapun bentuknya, bencana tersebut dapat berisiko membuat data penting perusahaan hilang. Jika hal tersebut terjadi, bisa dibayangkan betapa kerugian yang dihasilkan? Di sinilah disaster recovery dapat membantu Anda untuk menyelamatkan data-data penting tersebut. Disaster recovery adalah sebuah metode yang berfungsi untuk menempatkan perangkat IT, sistem, aplikasi, dan data cadangan sebagai persiapan menghadapi bencana. Artinya, dengan menggunakan disaster recovery, seluruh data akan aman meski data center utama perusahaan Anda mengalami down. Bagaimana cara kerja dari disaster recovery ini? Menyalin Data dari Primary Site ke Secondary Site Sebagai sebuah langkah pencegahan, disaster recovery bekerja sejak sebelum bencana terjadi. Disaster recovery akan menyalin seluruh data dari primary site ke secondary site. Dengan begitu, secondary site bisa mengambil alih dan langsung mengaktifkan akses menuju salinan data tersebut apabila terjadi sesuatu pada primary site. Proses ini kebanyakan dilakukan oleh disaster recovery tradisional. Nah, di zaman modern seperti sekarang, sudah banyak perusahaan yang menjalankan aplikasi atau meletakkan data mereka pada lingkungan virtual. Apabila Anda termasuk di antaranya, disaster recovery berbasis cloud dapat menjadi pilihan yang tepat. Disebut juga dengan disaster recovery as a service (DRaaS), disaster recovery ini akan menyalin seluruh data dan aplikasi Anda dalam cloud sehingga Anda bisa mengaksesnya saat terjadi bencana tertentu. Bencana Terjadi hingga Membuat Primary Site Down Lalu, apa yang akan terjadi jika terjadi bencana pada primary site? Saat sebuah bencana atau kejadian menimpa primary site dan membuat sistem operasional data berhenti bekerja, secara otomatis proses penyalinan data di antara primary site dan secondary site juga akan ikut terhenti. Perlindungan akses terhadap secondary site segera dinonaktifkan agar Anda dan tim bisa mengakses data yang terlah tersaln di secondary site tersebut. Secondary Site Mengambil Alih untuk Operasional Data Setelah primary site mengalami down, sistem operasional data akan langsung dialihkan ke secondary site. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, secondary site akan segera aktif untuk menyediakan data yang telah disalin dari primary site kepada Anda. Di sisi lain, begitu secondary site aktif, primary site pun segera melakukan pemulihan agar dapat digunakan kembali setelah bencana berhasil diatasi. Melakukan Rebuild pada Primary Site Selama secondary site bekerja sebagai data center utama selama bencana terjadi, primary site akan melakukan proses rebuilding. Setelah proses tersebut selesai, data-data baru yang Anda simpan di secondary site akan disalin pada primary site agar keduanya memiliki data dalam versi yang sama. Jadi, saat bencana selesai diatasi dan primary site selesai melakukan rebuilding, Anda bisa menggunakan data yang sama dari primary site. Sistem Operasional Data Kembali ke Primary Site Apabila semua sudah beres, saatnya mengembalikan operasional data ke primary site. Pastikan tidak ada pekerjaan yang berjalan pada secondary site. Lalu, hentikan proses penyalinan data dari secondary site ke primary site. Gunakan operasi hardware untuk mengangkat write-protection yang biasanya ada pada primary site. Lakukan pengalihan operasional data sehingga primary site kembali menjadi situs utama yang aktif seperti sebelum terjadi bencana. Dengan menggunakan disaster recovery, seluruh data penting perusahaan Anda akan tetap aman meski terjadi sesuatu pada data center utama. Artinya, Anda dan tim bisa melanjutkan pekerjaan seperti apa adanya sehingga efisiensi dan produktivitas kerja tetap terjaga. Photo Credit: Pexels
|
Lintasarta