Sejak diperkenalkan Tim Berners-Lee pada 1991, teknologi World Wide Web (WWW, atau sering disebut sebagai web saja) telah jauh berkembang. Pada awalnya jaringan web merupakan kumpulan laman teks dan gambar yang statik. Namun sekarang, teknologi web telah menjadi dasar untuk berbagai teknologi dan aplikasi yang lebih interaktif sampai disebut dengan Web3.
Jaringan web yang umumnya kita gunakan pada saat ini biasanya disebut sebagai web generasi kedua (Web 2.0 atau Web2). Ciri khas Web 2.0 adalah partisipasi pengguna web dalam menciptakan konten (user-generated content).
Baca juga: Berbagai Jenis Green Energy dan Dampaknya Terhadap Dunia IT
Kemajuan dalam berbagai teknologi yang mendasari web, seperti HTML, Javascript dan CSS memungkinkan situs web yang interaktif dan memungkinkan pengunjung untuk ikut serta, berpartisipasi, dan ikut menciptakan konten di situs web yang sudah ada. Era Web 2.0 pada awalnya didominasi oleh blog, media sosial, dan berbagai platform lainnya yang memungkinkan pengguna untuk berkreasi.
Meski di era Web 2.0 para pengguna mengalami kemajuan pesat, masih terdapat berbagai kekurangan. Karena itu, berbagai pihak, di antaranya perintis mata uang kripto Ethereum Gavin Wood, mencetuskan gagasan Web 3.0 untuk mengatasi masalah yang masih ditemui pada Web 2.0.
Web 3.0, yang lebih sering dituliskan sebagai Web3 saja, adalah gagasan untuk perkembangan berikutnya dari teknologi web. Web3 merangkul konsep desentralisasi dan teknologi blockchain. Blockchain merupakan teknologi dasar untuk aplikasi yang lebih dikenal seperti mata uang kripto (cryptocurrency) dan NFT (non-fungible token).
Baca juga: Dampak Wi-Fi 7 untuk LAN Perkantoran
Web3 masih berada dalam tahap awal, dan karena itu masih memiliki berbagai keterbatasan. Aplikasi ini masih relatif sulit digunakan dan saat ini belum didukung oleh browser terkemuka serta memerlukan perangkat lunak khusus.
Untuk lebih memahami Web3, kita bisa membandingkannya dengan Web 2.0 (Web2). Berikut beberapa perbedaan terpenting antara Web3 dan generasi teknologi web terdahulu.
Perbedaan Antara Web2 dan Web3
- Read-write vs Read-write-own
Web 2.0 merupakan langkah maju, di mana pengguna tidak hanya sekadar mengonsumsi konten di jaringan web, tetapi juga ikut berpartisipasi secara aktif dan berkarya (read-write). Hanya saja, karya dan data di web 2.0 biasanya tidak sepenuhnya dikontrol oleh pembuatnya. Platform seperti media sosial, blog, dan aplikasi web lainnya biasanya memegang kendali.
Web3 bersifat read-write-own. Jadi, pengguna aplikasi tidak hanya bisa mengonsumsi dan berkreasi, tetapi juga memiliki kendali dan mengatur data dan aset digital yang diciptakan atau dimiliki.
Sebagai contoh, suatu item yang dibeli pada suatu game yang didasarkan pada Web 2.0 pada umumnya terikat pada game itu. Bila akun game dihapus, item tersebut juga akan ikut lenyap. Pada Web3, item tersebut tetap bisa dimiliki dan dijual di pasar bebas (tidak terikat dengan platform game itu sendiri). - Sentralisasi vs Desentralisasi
Jaringan web, seperti Internet pada umumnya, sebenarnya sudah dirancang untuk tersebar (terdesentralisasi). Namun pada kenyataannya, tidak mudah membuat dan meng-hosting situs web sendiri.
Pada web generasi awal, pengguna yang ingin mengunggah konten tidak hanya harus dapat membuat situs web sendiri, tetapi juga mungkin harus memiliki akses ke web server atau bahkan mengelola web server sendiri.
Web 2.0 memungkinkan pengguna web untuk berpartisipasi mempublikasikan konten. Namun pada praktiknya, konten tersebut terpusat pada beberapa situs web yang dimiliki perusahaan besar, misalnya media sosial (Facebook, Twitter, Instagram).
Aplikasi Web3 yang didasarkan pada blockchain terdesentralisasi dan tidak di-hosting pada platform yang dikendalikan oleh organisasi tertentu. Web3 dirancang sehingga konten yang diciptakan pada aplikasi bisa dengan mudah - Pembayaran Terpisah vs Terintegrasi
Karena pada awalnya jaringan web tidak dirancang untuk memfasilitasi transaksi keuangan, aplikasi Web 2.0 harus mengandalkan jasa pembayaran yang sudah ada (seperti jaringan kartu kredit). Layanan pembayaran seperti PayPal muncul untuk memfasilitasi transaksi daring yang terjadi lewat Internet, termasuk lewat jaringan web.
Berkat teknologi blockchain yang terintegrasi, Web3 memiliki sarana pembayaran sendiri yang tertanam (inheren). Transaksi keuangan pada aplikasi Web3 dapat dilakukan menggunakan mata uang kripto (cryptocurrency). Kekurangan terbesar yang ditemui saat ini adalah kecepatan transaksi yang masih rendah.
Baca juga: Mengenal Sertifikasi ISO dan Cara Mendapatkannya
Patut dinanti bagaimana perkembangan dari Web2 ke Web3. Akan tetapi, yang jelas perubahan tersebut akan mempermudah berbagai sektor meski memang butuh investasi tambahan karena untuk saat ini Web3 masih membutuhkan perangkat lunak khusus.